Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten BUMN konstruksi masih harus dihadapkan dengan persoalan utang yang menggunung. Kondisi ini terjadi di tengah masif-nya penugasan proyek strategis nasional yang diemban oleh perusahaan pelat merah tersebut.
Berdasarkan catatan KONTAN, total kewajiban emiten BUMN karya seperti PT Waskita Karya Tbk (WSKT), PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) PT Adhi Karya Tbk (ADHI), dan PT PP Tbk (PTPP) mencapai Rp 214,18 triliun per kuartal III-2022. Rata-rata emiten BUMN konstruksi juga memiliki rasio utang terhadap ekuitas atau debt to equity ratio (DER) di atas 300%.
Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia Toto Pranoto menyampaikan, tingginya utang BUMN konstruksi tak lepas dari gencarnya proyek penugasan pemerintah maupun proyek hasil investasi mandiri. Proyek-proyek infrastruktur tersebut tak jarang memakai pendanaan bersifat utang atau pinjaman.
Emiten-emiten BUMN konstruksi pun dituntut di tiap tahun untuk melunasi sebagian utang yang jatuh tempo beserta beban bunga yang tinggi, sehingga berdampak pada membengkaknya pengeluaran perusahaan tersebut. “Akibatnya, bottom line mereka tergerus,” ujar dia, Minggu (13/2).
Sebagai contoh, pendapatan usaha WSKT memang naik 44,46% year on year (YoY) menjadi Rp 10,30 triliun per kuartal III-2022. Tapi, laba bersih perusahaan ini tergerus 99,76% YoY menjadi Rp 425,29 juta.
Contoh lainnya, WIKA meraih kenaikan pendapatan bersih 9,79% YoY menjadi Rp 12,79 triliun per kuartal III-2022. Namun, WIKA menderita rugi bersih sebesar Rp 27,96 miliar, sedangkan pada periode yang sama tahun lalu perusahaan ini masih bisa meraih laba bersih Rp 104,94 miliar.
Baca Juga: Sejumlah Emiten Kesulitan Bayar Utang, Ini yang Perlu Dilakukan Investor
Lantas, lanjut Toto, emiten-emiten BUMN konstruksi harus lebih selektif lagi dalam memilih proyek infrastruktur untuk menghindari risiko peningkatan utang pada masa mendatang. Di sisi lain, pemerintah juga diharapkan dapat meningkatkan partisipasi pelaku bisnis lain, termasuk swasta, untuk menggarap berbagai proyek infrastruktur.
Sementara itu, Direktur Avere Investama Teguh Hidayat menilai, kinerja emiten-emiten BUMN konstruksi tersendat akibat akumulasi utang yang menggunung, terutama sejak pandemi Covid-19 melanda.
Ditambah lagi, restrukturisasi utang yang dilakukan BUMN konstruksi rata-rata hanya membuahkan hasil perpanjangan masa jatuh tempo utang lama, alih-alih penghapusan sebagian utang atau konversi utang menjadi saham.
“Ujung-ujungnya, utang mereka akan menumpuk di kemudian hari,” kata dia, Minggu (12/2).
Sebenarnya, kelangsungan bisnis BUMN karya tetap terjaga selama mereka terus meraih kenaikan pendapatan dan memperoleh banyak proyek baru, sehingga arus kasnya lancar. Peluang ini cukup terbuka sejalan dengan berakhirnya pandemi dan proyek infrastruktur kembali ramai.
Pemerintah pun dianggap akan terus mendukung BUMN konstruksi dalam menyelesaikan masalah utangnya. Salah satunya dengan memudahkan proses divestasi aset BUMN konstruksi melalui pencarian berbagai investor strategis.
Akan tetapi, lantaran sudah telanjur terbebani utang jumbo, pemulihan kinerja BUMN konstruksi cenderung lebih lambat daripada sektor industri lainnya. “Kemungkinan kinerja emiten BUMN karya baru optimal pada 2024,” tandas Teguh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News