CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.466.000   -11.000   -0,74%
  • USD/IDR 15.860   -72,00   -0,46%
  • IDX 7.215   -94,11   -1,29%
  • KOMPAS100 1.103   -14,64   -1,31%
  • LQ45 876   -10,76   -1,21%
  • ISSI 218   -3,03   -1,37%
  • IDX30 448   -5,87   -1,29%
  • IDXHIDIV20 540   -6,91   -1,26%
  • IDX80 126   -1,77   -1,38%
  • IDXV30 135   -1,94   -1,41%
  • IDXQ30 149   -1,85   -1,22%

Utang dalam Dolar AS Cukup Besar, Ini Siasat Para Emiten di Tengah Pelemahan Rupiah


Kamis, 04 Juli 2024 / 15:46 WIB
Utang dalam Dolar AS Cukup Besar, Ini Siasat Para Emiten di Tengah Pelemahan Rupiah
ILUSTRASI. Pelemahan rupiah membebani emiten yang memiliki utang dolar cukup besar. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/23/06/2024


Reporter: Yuliana Hema | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah masih betah berada di level Rp 16.000. Hingga akhir perdagangan Kamis (4/7) rupiah spot ditutup menguat 0,25% ke posisi Rp 16.330 per dolar Amerika Serikat (AS).

Ada beberapa emiten yang tercatat memiliki utang dalam dolar dengan nilai yang tak sedikit. Tentu pelemahan rupiah ini menjadi momok bagi para emiten. 

Salah satunya, PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) yang tercatat memiliki utang obligasi sebesar US$ 131,96 juta per 31 Maret 2024. Ini setara dengan Rp 2,09 triliun. 

Selain itu, APLN juga membukukan beban akrual sebesar US$ 2,57 juta di kuartal I-2024. Jumlah  setara dengan Rp 40,78 miliar.

Baca Juga: Kompak, Rupiah Jisdor Menguat 0,28% ke Rp 16.341 Per Dolar AS Pada Kamis (4/7)

Sekretaris Perusahaan Agung Podomoro Land Justini Omas menjelaskan ada beberapa strategi yang disiapkan APLN.

Pertama, APLN mampu mengkonversi seluruh pembiayaan menjadi rupiah sehingga sejalan dengan sumber pendapatan yang diperoleh.

Kedua, lanjut Justini, likuiditas APLN semakin kuat seiring hilangnya tekanan akibat peningkatan beban bunga utang valuta asing. 

Ketiga, dukungan dan tingginya kepercayaan bank dalam negeri dengan memberikan pinjaman dalam jumlah besar membuktikan value APLN,” jelasnya kepada KONTAN, Rabu (3/7).

Yang terbaru, APLN juga telah melunasi seluruh sisa utang Senior Notes milik anak usaha di Singapura, APL Realty Holdings Pte.Ltd., senilai US$ 131,96 juta pada 3 Juni 2024.

Justini bilang pelunasan utang obligasi dolar tersebut menciptakan berbagai dampak positif bagi penguatan fundamental keuangan APLN

Contoh lain, PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI). Menilik laporan keuangan per 31 Maret 2024, ASRI tercatat memiliki utang jangka panjang sebesar US$ 3,60 miliar. 

Sekretaris Perusahaan Alam Sutera Realty Tony Rudiyanto menyampaikan untuk menekan exposure pinjaman dalam dolar, ASRI akan menggantinya ke pinjaman dalam rupiah. 

Tony bilang saat ini, ASRI sudah mendapatkan pinjaman dalam rupiah dari PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), di mana penggunaan dananya untuk membayar obligasi dolar ASRI. 

Baca Juga: Intip Prospek Pergerakan Rupiah di Akhir Tahun 2024

“Setelah pelunasan obligasi dolar dilakukan, yang akan dilakukan di bulan Juli 2024, kami tidak akan mempunyai exposure pinjaman dalam dolar,” katanya. 

Di saat emiten lain menghindari utang dalam mata uang asing, PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) justru memiliki rencana untuk menerbitkan obligasi global senilai US$ 900 juta.

Pada kuartal I-2024, 44% dari total utang TBIG dalam bentuk rupiah dan sisanya dolar AS. Namun manajemen TBIG optimistis pelemahan rupiah tidak akan mempengaruhi kinerja.

Direktur Tower Bersama Infrastructure Helmy Yusman Santoso menyampaikan pada saat menerbitkan surat utang dalam dolar dan pinjaman bank, TBIG telah memiliki hedging sepanjang tenor obligasi maupun pinjaman.

“Sehingga, pergerakan nilai tukar tidak terlalu berpengaruh untuk TBIG. Kami juga senantiasa mendiversifikasi pinjaman untuk kombinasi dolar AS dan rupiah,” ucap dia.

Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Adityo Nugroho menjelaskan secara umum kalau lihat emiten dolar AS tinggi, investor perlu mencermati sumber pendapatannya.

Baca Juga: Rupiah Berpotensi Menguat ke Level Rp 15.800 Per Dolar AS di Akhir 2024

Nah kalau ternyata emiten itu mendapatkan pendapatan dalam rupiah, maka perlu diwaspadai. Misalnya perusahaan properti yang pendapatannya berupa rupiah.

“Jadi mungkin bisa waspada dahulu, sambil menunggu hasil kinerja di kuartal dua sejauh mana dampak dari pelemahan rupiah ini,” kata Adityo.

Di sisi lain, pelemahan rupiah ini justru akan menguntungkan emiten yang pendapatannya dalam bentuk dolar AS, seperti energi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×