kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Utang besar BUMN, sektor mana yang paling tertekan?


Kamis, 24 Oktober 2019 / 20:44 WIB
Utang besar BUMN, sektor mana yang paling tertekan?
ILUSTRASI. Layar pergerakan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta.


Reporter: Benedicta Prima | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Usai serah terima jabatan, Menteri BUMN Kabinet Indonesia Maju Erick Thohir sempat menyoroti soal utang perusahaan-perusahaan milik negara. Erick menegaskan agar BUMN tidak terjebak dengan utang. BUMN tetap harus bijak untuk memilih utang yang memberi dampak positif terhadap arus kas dan pendapatan.

Hasil riset Kontan.co.id menunjukkan, total utang berbagai macam perusahaan pelat merah yang sudah melantai di bursa mencapai Rp 3.130,99 triliun pada semester pertama. Sebagai perbandingan, pada periode yang sama total utang negara di APBN mencapai Rp 4.570,17 triliun.

Dari data utang sejumlah emiten, Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus melihat ada beberapa emiten yang mengkhawatirkan. Terutama karena jumlah utang dengan prospek bisnis yang tidak sejalan, sehingga bisa membebani bisnis mereka. Namun, Nico enggan menjelaskan lebih lanjut.

Baca Juga: Kabinet baru diterima pasar, saham-saham emiten BUMN menguat

Menurut Nico, penggunaan utang sejatinya harus diukur lewat produktivitas perusahaan. Salah satunya bisa diukur dari serapan anggaran belanja terhadap aset perusahaan. Artinya, utang sebaiknya dilakukan untuk ekspansi bukan untuk menggali lubang tutup lubang. Perusahaan juga mesti memperhatikan rasio keuangan seperti debt to equity ratio (DER), non-performing loan (NPL) dan rasio solvabilitas lainnya.

Dengan tolok ukur tersebut, Nico menilai BUMN di sektor perbankan dan infrastruktur masih akan terus tumbuh. Alasannya, kedua sektor ini masih mendominasi dan pemerintah akan lebih banyak menggunakan BUMN untuk membangun infrastruktur. Kendati masih cukup prospektif, Nico tetap menilai keuangan BUMN di sektor infrastruktur masih akan tertekan.

Baca Juga: Jokowi: Formasi wamen sudah rampung, segera dilantik

“Karena infrastruktur merupakan proyek jangka panjang dan tidak akan berhenti di satu titik saja. Dia masih akan terus membangun. Dan ketika membangun tentu membutuhkan waktu sampai proyek tersebut mendatangkan pendapatan. Sehingga ada tenggat waktu antara pembangunan dan pendapatan,” jelas Nico kepada Kontan.co.id, Kamis (24/10).



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×