Reporter: Benedictus Bina Naratama | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Meskipun menimbun utang hingga US$ 650 juta, PT Solusi Tunas Pratama Tbk (SUPR) diprediksi masih memiliki prospek bisnis ke depan yang bagus. Hal iru terjadi berkat dukungan kebutuhan telekomunikasi yang kian tumbuh pesat.
Baru-baru ini perseroan menerima pinjaman senilai US$ 185 juta atau setara Rp 2,4 triliun dari sembilan bank. Beberapa diantaranya, Bank Mizuho sebesar US$ 40 juta, Siemens Financial mengucurkan US$37,5 juta, CTBC Bank sebesar US$ 30 juta, Cathay United Bank meminjamkan US$ 25 juta, dan Sarana serta Ta Chong Bank yang masing-masing US$ 15 juta.
Pinjaman ini akan jatuh tempo pada Desember 2019. Rencananya manajemen SUPR akan menggunakan pinjaman ini untuk membiayai kembali atau refinancing utang senilai US$ 350 juta yang akan jatuh tempo pada Juni 2015.
William Surya Wijaya analis dari Asjaya Indosurya Securities memproyeksi prospek bisnis SUPR masih tetap bagus kendati memiliki jumlah beban utang yang tergolong tinggi. Menurutnya prospek bisnis penyewaan menara dan penyediaan kapasitas backhaul serat optik masih sangat berpotensi, terutama saat ini operator telekomunikasi di Indonesia sedang berupaya untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat, baik dalam hal kapasitas maupun cakupan jaringan.
Diketahui hingga saat ini terdapat empat operator besar yang menjalin kerjasama dengan SUPR, yakni XL Axiata, Hutchison, Telkom Group, dan Indosat. Sistem kontrak kerja yang dijalin antara SUPR dengan para operator ini berlangsung cukup panjang, sekitar 5 – 10 tahun untuk penyewaan menara telekomunikasi.
“Beban utang perusahaan memang banyak yang mayoritas dalam bentuk valuta asing. Tapi ini bukan hanya SUPR, perusahaan telekomunikasi lainnya juga. Terlebih lagi kontrak kerja SUPR dengan para operator tersebut dalam jangka panjang. Jadi pendapatan usaha perseroan tidak akan terlalu terpengaruh oleh utang-utang yang dimiliki perusahaan,” jelas William.
Secara finansial, tambahnya, bisnis penyewaan menara akan memberikan manfaat positif bagi keuangan perusahaan. Hal ini disebabkan biaya penambahan tenant baru terhadap menara yang sudah ada cenderung lebih rendah. Selain itu, permintaan terhadap kapasitas jaringan serat optik akan bertumbuh seiring dengan meningkatnya pertumbuhan 3G dan LTE.
Sesuai dengan laporan tahunan 2014, SUPR berhasil membukukan pendapatan sebesar Rp 1,7 triliun atau tumbuh 27,6% YoY dari tahun sebelumnya Rp 840,1 miliar. Begitu juga dengan laba usaha perusahaan yang mengalami peningkatan sebesar 30,7% dari Rp 581,7 miliar pada 2013, menjadi Rp 760,3 miliar.
Sumber pendapatan perseroan ini berasal dari penyewaan ruang yang terdapat di site telekomunikasi konvensional dan microcell pole, in-building solution, dan layanan jaringan kabel serat optik. Namun sepanjang 2014 juga, SUPR mencatat kerugian sebesar Rp 379,9 miliar. Padahal pada tahun sebelumnya, perusahaan berhasil meraup laba bersih Rp 197,6 miliar.
Victoria Venny Nawang Setyaningrum analis MNC Securities menjelaskan SUPR masih memiliki prospek bisnis yang bagus untuk jangka panjang. Ia pun menekankan pada aksi korporasi pada penghujung tahun 2014 yang berhasil mengakusisi menara-menara milik XL Axiata dengan jumlah 3.500 menara.
“Pasca akusisi menara-menara milik XL Axiata pada 23 Desember 2014, SUPR diproyeksi baru akan mendapatkan penghasilan dari menara tersebut pada tahun 2016 atau 2017 mendatang. Dana ini dipercaya akan digunakan oleh perusahaan untuk menutupi beban utangnya,” jelas Victoria.
Sebelumnya, pada 23 Desember 2014, SUPR telah mengakusisi menara milik XL Axiata dengan jumlah 3.500 menara berserta 5.793 jumlah penyewaan dengan rasio penyewa 1,66x pada akusisi aset menara XL Axiata. Dengan aksi korporasi ini, SUPR kini telah mengoperasikan 6.651 menara di Indonesia yang terkonsentrasi di Jawa, Bali, dan Sumatera. Nilai transaksi dipercaya sekitar Rp 1,6 miliar per unit atau senilai total Rp 5,6 triliun.
Untuk proyeksi pendapatan pada tahun 2015, Victoria mempediksikan SUPR mendapatkan total pendapatan sebesar Rp 1,82 triliun atau naik 7,1% dari tahun lalu. Begitu pun juga dengan laba bersih perusahaan yang diperkirakan akan tumbuh sebesar Rp 332 miliar. Industri telekomunikasi diyakini mampu bertumbuh lebih pesat dari tahun-tahun sebelumnya, sejalan dengan meningkatnya layanan seluler data. Oleh karena itu, kebutuhan menara masih akan tetap tinggi untuk tahun-tahun ke depan.
William menambahkan, pasar telekomunikasi Indonesia saat ini tengah menghadapi masa-masa konsolidasi, sehingga menurutnya intensitas kompetisi sedikit menurun dan margin pendapatan diproyeksikan dapat meningkat yang akan berdampak pada meningkatnya kemampuan finansial perusahaan.
“Sektor telekomunikasi akan tetap memiliki daya tarik tersendiri sebab industri ini diyakini lebih memiliki daya tahan yang lebih kuat terhadap perlambatan ekonomi nasional dan global,” ujar William.
William merekomendasikan saham SUPR untuk Hold di target harga Rp 10.500. Victoria juga merekomendasikan untuk Hold dengan target price di Rp 10.200. Adapun Andre Setiawan analis dari Minna Padi Investama merkomendasikan untuk Hold di target harga Rp 11.000. Pada penutupan Rabu (13/5), saham SUPR menguat 4,17% di level Rp 10.000
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News