Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Usulan aset kripto agar bisa menjadi agunan/jaminan di bank menuai pro kontra. Usulan ini mulai dilontarkan pelaku usaha kripto beberapa waktu lalu.
Chairman Indodax Oscar Darmawan mengatakan, usulan menjadikan aset kripto sebagai agunan pinjaman di bank merupakan topik yang sangat menarik sekaligus menantang. Dari sisi positif, kebijakan ini bisa menjadi katalis yang memperkuat legitimasi kripto di dalam negeri.
Sebab, saat aset kripto diakui sebagai agunan, otomatis posisinya akan disejajarkan dengan instrumen keuangan lain seperti saham, deposito atau surat berharga. Sehingga menambah kepercayaan publik dan memperluas utilitas aset kripto itu sendiri.
Jika melihat data, jumlah konsumen kripto di Indonesia telah mencapai lebih dari 15 juta orang dengan nilai transaksi di atas Rp 30 triliun pada Juni 2025. Angka ini menunjukkan bahwa kripto bukan lagi pasar kecil, melainkan sudah menjadi bagian penting dari perekonomian digital kita.
Namun demikian, Oscar menyebut, sifat aset kripto berbeda dengan agunan konvensional.
“Kripto memiliki volatilitas harga yang tinggi sehingga mekanisme penilaian (valuation), manajemen risiko, hingga persyaratan margin harus disiapkan dengan matang,” ujar Oscar kepada Kontan, Selasa (26/8/2025).
Baca Juga: Bagaimana Peluang Kripto Jadi Agunan di Indonesia? Berikut Kata OJK
Menurut Oscar, bank dan regulator perlu memastikan adanya mitigasi risiko, misalnya dengan membatasi hanya pada aset yang lebih stabil seperti stablecoin. Dengan begitu, risiko bagi perbankan dan nasabah bisa diminimalisir. Di beberapa negara seperti Amerika Serikat, kripto sudah mulai diterima sebagai collateral dalam layanan keuangan tertentu, namun tetap dengan pengaturan risiko yang detail.
Bagi ekosistem, jika diterapkan secara hati-hati, usulan ini bisa membuka peluang besar. Di satu sisi, masyarakat dapat mengoptimalkan aset kripto yang mereka miliki.
Bukan hanya disimpan, tetapi juga bisa dimanfaatkan sebagai leverage untuk kebutuhan produktif. Di sisi lain, bank dapat menjangkau segmen nasabah baru dari kalangan digital native.
“Jadi menurut kami, usulan ini berpotensi menjadi katalis positif, tapi implementasinya harus disertai tata kelola risiko yang jelas,” kata Oscar.
Oscar mengatakan, kolaborasi antara regulator, perbankan, dan pelaku industri menjadi kunci agar kebijakan ini tidak hanya membuka peluang, tetapi juga menjaga stabilitas sistem keuangan nasional.
Dihubungi secara terpisah, CEO Triv, Gabriel Rey, menilai usulan ini positif karena potensi bertambahnya jumlah peminjam di bank yang menggunakan agunan aset kripto dan berpotensi menambah pendapatan bank. Kelebihan lainnya adalah nasabah bisa mengagunkan aset kripto seperti bitcoin miliknya tanpa harus menjual untuk mendapatkan pinjaman
“Kripto mudah dilikuidasi andaikata terjadi non-performing loan itu bisa dilakukan likuidasi secara cepat. Tidak seperti rumah ataupun tanah yang dijadikan jaminan,” kata Gabriel.
Baca Juga: Tuai Pro – Kontra, Bagaimana Penerapan Aset Kripto Jadi Agunan di Luar Negeri?
Selanjutnya: Topan Kajiki Tewaskan Tiga Orang di Vietnam, Ribuan Rumah Rusak dan Sawah Terendam
Menarik Dibaca: Harga Bitcoin Hari Ini Jatuh ke Bawah US$ 110.000, Pertama Kali sejak Maret 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News