Reporter: Nadya Zahira | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah masih tertekan di pekan ini. Pada penutupan perdagangan Rabu (8/5), rupiah melemah lagi terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Mengutip data Bloomberg, Rabu (8/5) pukul 15.05 WIB, rupiah ditutup melemah tipis 0,01% atau 1 poin ke level Rp 16.047 per dolar AS. Indeks dolar AS terpantau menguat 0,20% ke posisi 105,62.
Sedangkan, kurs rupiah Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) naik 0,16% ke Rp 16.081 per dolar AS.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menyampaikan, sentimen dari luar negeri yakni, adanya ekspektasi pasar terhadap dua kali penurunan suku bunga The Fed tahun ini yang telah meningkat, dengan ekspektasi penurunan setidaknya 25 basis poin pada bulan September saat ini sebesar 64,5%, menurut FedWatch Tool CME.
"Dengan kalender ekonomi yang sepi pada minggu ini, yang disorot oleh pembacaan sentimen konsumen dari University of Michigan pada hari Jumat, sejumlah pejabat Fed akan menyampaikan pidatonya, termasuk Gubernur Fed Lisa Cook dan Michelle Bowman pada akhir minggu ini," kata Ibrahim dalam riset hariannya, Rabu (8/5).
Baca Juga: Gejolak Rupiah Lebih Dipengaruhi Tekanan dari Eksternal
Selain itu, Ibrahim bilang, diplomat mata uang utama Jepang Masato Kanda mengatakan negaranya mungkin harus mengambil tindakan terhadap pergerakan valuta asing yang tidak teratur dan didorong oleh spekulatif.
Menurut Ibrahim, hal tersebut menandakan Bank of Japan tetap siap untuk melakukan intervensi di pasar setelah dua dugaan intervensi senilai hampir US$ 60 miliar pekan lalu.
Sementara itu, Ibrahim mengatakan, sentimen dari dalam negeri datang dari BI yang mencatat bahwa posisi cadangan devisa Indonesia menurun. Pada akhir April 2024, cadangan devisa Indonesia sebesar US$ 136,2 miliar atau menurun dibandingkan posisi pada akhir Maret 2024 sebesar US$ 140,4 miliar.
Dia menyebutkan, penurunan posisi cadangan devisa tersebut antara lain dipengaruhi pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah seiring dengan peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global.
Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,1 bulan impor atau 6,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
“Sementara itu untuk perdagangan Senin (13/5) depan, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp15.990 hingga Rp16.070," ujarnya.
Baca Juga: BI Beberkan 4 Faktor yang Bisa Membuat Rupiah di Bawah Rp 16.000 Per Dolar AS
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, sentimen yang membuat rupiah lanjut melemah karena dampak dari pernyataan salah satu pejabat the Fed yang cenderung hawkish. Selain itu, BI melihat bahwa potensi risiko dari the Fed cenderung terbatas. Untuk itu, BI tidak akan menaikan suku bunganya dalam waktu dekat.
“Pernyataan dan sinyal tersebut mendorong sentimen risk-on di pasar domestik, sehingga Rupiah mampu menguat tipis 0,02% ke level 16.045 per Dollar AS,” kata Josua kepada Kontan.co.id, Rabu (8/5).
Josua memprediksi, rupiah akan mampu menguat signifikan pada Senin (13/5), akibat data ketenagakerjaan AS yang di bawah ekspektasi. Adapun sentimennya, datang dari data inflasi AS yang akan dirilis pada pekan depan.
Dengan begitu, dia memproyeksikan, rupiah berpotensi kembali menguat akibat perkiraan perlambatan inflasi AS, dan diperkirakan bergerak di kisaran Rp 15.950 - Rp 16.075 per dolar AS, pada perdagangan Senin (13/5).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News