Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Usai mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) bersiap untuk menggenjot produksi turunan yang berasal dari sejumlah pabrik pengolahan (smelter). Hasil produksi ini nantinya akan digunakan untuk keperluan kendaraan listrik
NCKL tercatat memiliki sejumlah proyek yang berkaitan dengan baterai listrik, salah satunya produksi smelter mixed hydroxide precipitate (MHP). Presiden Direktur NCKL Roy A. Arfandy mengatakan, total kapasitas produksi MHP mencapai 55.000 ton per tahun MHP pada akhir Maret 2023.
“Kami juga memproduksi nikel sulphat turunan dari MHP yang akan digunakan sebagai prekursor baterai. Selesai pada awal April 2023 dengan kapasitas 55.000 ton juga,” kata Roy, Rabu (12/4). Ini akan menjadi tonggak sejarah baru dalam industri baterai kendaraan listrik dengan hadir dan beroperasinya pabrik nikel sulfat pertama di Indonesia.
Baca Juga: Harita Nickel (NCKL) Resmi IPO, Sahamnya Berfluktuatif
Di segmen feronikel, NCKL melalui anak usahanya yakni Halmahera Jaya Feronikel (HJF) menargetkan hingga delapan lini produksi yang beroperasi. Kata Roy, sampai akhir Maret 2023 sudah enam lini produksi yang sudah beroperasi secara komersial. Target NCKL, delapan lini produksi tersebut sudah beroperasi semua hingga akhir 2023.
“Tahun ini kami berharap HJF berproduksi secara penuh, dengan kapasitas mencapai 100.000 ton dari tahun sebelumnya yang hanya 25.000 ton,” sambung dia. Sementara ini, hasil produksi smelter NCKL dijual ke pasar ekspor, dengan negara seperti Korea, China, India, hingga Jepang.
Dalam gelaran initial public offering (IPO), NCKL menawarkan sebanyak 7,9 miliar saham atau setara dengan 12,67% dari modal ditempatkan dan disetor penuh setelah IPO. Adapun harga fnal yang ditetapkan sebesar Rp1.250 per saham. Dengan demikian, entitas Grup Harita ini meraup dana segar sebesar Rp 9,97 triliun dari aksi korporasi tersebut.
Baca Juga: Harita Nickel (NCKL) Tuntaskan Penawaran Umum, Siap Himpun Rp 9,9 Triliun dari IPO
Analis Henan Putihrai Sekuritas Alroy Soeparto mengatakan, dengan harga IPO Rp 1.250 per saham, NCKL diperdagangkan dengan EV/EBITDA 2023/2024 sebesar 12,0 kali dan 10,7 kali. Sementara valuasi peers EV/EBITDA emiten pertambangan logam diperdagangkan pada median 11,5 kali dan 9,8 kali.
Pada dasarnya, NCKL diperdagangkan dengan valuasi lebih tinggi dibandingkan peers seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dengan EV/EBITDA sebesar 7,8 kali dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dengan EV/EBITDA 9,3 kali.
“Namun karena baru IPO dan pergerakan harga sahamnya belum memiliki sejarah, sehingga kami tidak memberikan pandangan premium atau diskon dari peers,” kata Alroy kepada Kontan.co.id, Rabu (12/4).
Baca Juga: Rapor Keuangan 2022 Emiten Nikel, Aset INCO Terbesar tapi Laba Bersih NCKL Tertinggi
Menurut Alroy, lokasi pertambangan dan smelter NCKL yang terintegrasi akan mampu meminimalkan risiko. Terletak di kawasan industri nikel terintegrasi di Pulau Obi, Maluku Utara, fasilitas penambangan dan produksi NCKL hanya berjarak 5 km dari satu sama lain. Selain itu, jarak yang relatif dekat ke pelabuhan membuat NCKL memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan perusahaan sejenis.
Jarak transportasi yang relatif pendek membuat NCKL memiliki biaya operasi yang lebih rendah, efisiensi waktu yang lebih baik, dan meminimalkan risiko terkait dengan pengangkutan logistik.
Pada perdagangan perdananya, saham NCKL berhasil naik 4,40% ke level 1.305. Saham NCKL sempat berfluktuatif di awal perdagangan dengan melorot ke bawah harga IPO, yakni ke level Rp 1.205. Saham NCKL juga sempat melonjak 12,8% ke level 1.410 di awal perdagangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News