Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar batubara dunia masih dipenuhi sentimen, salah satunya datang dari efek perang Rusia-Ukraina. Terbaru, Uni Eropa mengusulkan untuk melarang produk batubara Rusia sebagai bagian dari babak baru sanksi terhadap Negeri Beruang Merah ini.
Rencana sanksi ini menyusul adanya ketidakpastian terkait pengiriman gas dari Rusia ke Uni Eropa, terlebih setelah Rusia menuntut pembeli gasnya untuk membayar dalam mata uang rubel. Tak ayal, pembeli dari Eropa berencana meningkatkan pengiriman batubara dari seluruh dunia.
Analis Mirae Asset Sekuritas Juan Harahap menilai, rencana ini dapat memberi manfaat bagi Australia dan Indonesia. Sebab, konsumen batubara Eropa kemungkinan besar akan mencari importir alternatif untuk memenuhi kebutuhan energi mereka.
Asosiasi pertambangan batubara Indonesia (APBI) juga menyatakan bahwa para penambang di Indonesia telah didekati oleh beberapa calon pembeli dari negara-negara Eropa antara lain dari Italia, Spanyol, Polandia, dan Jerman untuk menggantikan pasokan dari Rusia.
Baca Juga: Harga Minyak Dibuka Naik Tipis, Tapi Masih Dalam Tren Turun
Perlu dicatat bahwa Eropa masih sangat bergantung pada Rusia untuk memenuhi kebutuhan batubaranya. Pada 2021, Rusia menyumbang 5% dari pasokan batubara termal global, dan menyumbang 70% dari kebutuhan batubara Eropa.
Patut dicatat, Jepang juga telah mengambil langkah untuk menangguhkan pengiriman batubara baru dari Rusia untuk pengguna akhir (end users). Sebagai gambaran, pada 2021 Rusia merupakan pemasok batubara terbesar ketiga untuk Jepang setelah Australia dan Indonesia, dimana Rusia memasok 10% dari total impor batubara Jepang.
“Kami meyakini serangkaian larangan impor batubara Rusia akan menguntungkan bagi industri batubara Indonesia secara umum, karena kami memperkirakan berkurangnya pasokan untuk batubara ekspor (seaborne) akan membuat batubara global tetap berada pada harga yang menguntungkan,” tulis Juan dalam riset, Kamis (7/4).
Juan juga melihat terbatasnya pasokan batubara akan bertahan di sisa tahun ini. Sebab, Indonesia dan Australia sebagai eksportir batubara utama dunia diperkirakan telah mencapai batas produksi mereka. Kemungkinan tingkat produksi tidak akan memenuhi permintaan tambahan yang dibutuhkan pembeli dari Eropa.
Baca Juga: Pelita Samudera (PSSI) Yakin Bisa Kejar Pertumbuhan Laba Sekitar 10% Tahun Ini
Harga batubara yang solid saat ini dinilai akan menguntungkan perusahaan dengan eksposur ekspor yang tinggi, dimana harga rata-rata saat ini melebihi harga jual domestik yang ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan peraturan domestic market obligation (DMO).
Dalam cakupan analisis Mirae Asset Sekuritas, PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) memiliki porsi ekspor terbesar, yakni mencapai 76%. Bandingkan dengan PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yang porsi ekspornya masing-masing sebesar 72% dan 43%.
Selain harga batubara yang lebih tinggi, potensi kenaikan kinerja juga ditopang dari naiknya target angka produksi tahun ini.
Mirae Asset Sekuritas mempertahankan rating overweight di sektor batubara Indonesia. Juan menjadikan saham ITMG sebagai pilihan utama atau top picks di sektor ini dengan menimbang tiga faktor.
Baca Juga: Adaro Energy Indonesia (ADRO) Fokus Efisiensi dan Jaga Kinerja Operasional
Pertama, bisnis ITMG yang terkonsentrasi di batubara termal. Kedua, batubara ITMG sebagian besar memiliki karakteristik kalori sedang hingga tinggi, dibarengi dengan porsi ekspor besar sehingga akan mendukung margin. Ketiga, ITMG memiliki dividend yield yang tinggi.
Juan merekomendasikan buy (beli) saham ITMG dengan target harga Rp 37.000. Juan juga menyematkan rekomendasi beli saham ADRO dengan target harga Rp 3.700 dan beli saham PTBA dengan target harga Rp 4.500. Namun, risiko rekomendasi ini adalah melemahnya harga batubara global dan perubahan regulasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News