kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Turbulensi bursa jadi ujian pertama Abenomics


Sabtu, 25 Mei 2013 / 14:11 WIB
Turbulensi bursa jadi ujian pertama Abenomics
ILUSTRASI. Jelang pembukaan bursa, simak rekomendasi saham untuk dibeli hari ini Senin (13/12)


Sumber: Bloomberg |

TOKYO. Pekan ini, bursa Jepang bak dilanda turbulensi. Saham-sahamnya bergerak naik turun dengan liar. Turbulensi pasar ini menjadi salah satu risiko utama yang dihadapi oleh Perdana Menteri Shinzo Abe.

Pada Jumat (24/5) lalu, indeks Nikkei melonjak naik turun di rentang 7,1% sebelum akhirnya ditutup naik 0,9%.

Liarnya gerakan saham-saham Jepang membuat investor makin was-was. Apalagi sehari sebelumnya, Nikkei terhempas 7,3%. Penurunan itu merupakan yang terdalam sejak Nikkei anjlok ketika Jepang dilanda gempa bumi dan tsunami di 2011.

Di saat yang sama, yield atau imbal hasil surat utang pemerintah bertenor 10 tahun melejit ke 1%. Yield itu berlipat tiga dari rekor yield terendahnya di 0,315% di April lalu. Pada bulan April itu, pemerintah Jepang mengumumkan rencananya untuk menambah pembelian obligasi dari pasar.

Keliaran pergerakan bursa Jepang tersebut menjadi ujian serius pertama bagi Abe. Perdana menteri Jepang yang baru ini sudah menjadi tokoh populer baik di tanah airnya maupun di Wall Street. Sebab, kebijakan yang diambilnya berbeda dengan para pemimpin Jepang sebelumnya.

Abe memutuskan untuk melonggarkan moneter, menggenjot belanja pemerintah, dan menjanjikan strategi pertumbuhan yang berpusat pada deregulasi dan liberalisasi perdagangan. Abe bertekad mengeluarkan Jepang dari deflasi yang sudah berlangsung selama 15 tahun.

Pasar menyebut strategi Abe itu dengan nama Abenomics dan menyambutnya gembira.

Tapi justru inilah yang jadi tantangan bagi Abe dan gubernur bank sentral Haruhiko Kuroda. Pasalnya, gelombang positif yang melanda pasar finansial Jepang ini sudah jauh melampaui fundamental ekonomi Jepang.

Maka efek sampingnya bisa terlihat dari apa yang terjadi sepekan ini. Tumbangnya Nikkei di Kamis lalu dipicu oleh faktor eksternal. Yaitu, data manufaktur China yang merosot dan komentar Bernanke soal pengurangan quantitative easing. Kedua faktor ini tentu saja di luar kuasa Abe.

Kabar yang dianggap negatif itu kemudian dijadikan kesempatan profit taking oleh investor. Nikkei anjlok. Namun sehari sesudahnya, Nikkei kembali ke levelnya di awal Mei yakni 70% lebih tinggi sejak pertengahan November, sesaat sebelum Abe menjadi perdana menteri.

Dalam respon pertamanya soal volatilitas pasar, Kuroda berkata bahwa pasar obligasi stabil seperti yang sangat diinginkannya. Ia juga menegaskan optimismenya atas kebijakan BOJ.

"Apa yang paling penting adalah efek (dari pelonggaran moneter) menciptakan lingkaran positif produksi, pendapatan dan pengeluaran dalam ekonomi, yang mengarah ke kenaikan perlahan pada harga. Itulah harapan kita dan itu bisa tercapai. Kita sedang berada dalam proses mencari bentuk," tuturnya.

Pendukung Abenomics memang menganggap apa yang dilakukan Abe dan BOJ menjadi peluang terbaik Jepang untuk keluar dari jebakan likuiditas. Persepsi pasar dan konsumen yang berubah akan membentuk lingkaran konsumsi, kenaikan laba perusahaan, lantas kenaikan investasi dan kenaikan gaji yang niscaya akan mendorong pertumbuhan.

Sejauh Abenomics berjalan, konsumsi Jepang telah bertambah dan ekspor stabil. Ini terjadi terutama setelah BOJ mengumumkan langkah Quantitative Easing tambahan.

"Ekonomi Jepang membaik karena kepercayaan pulih dan rumah tangga mulai belanja walaupun pendapatan mereka tidak naik. Ini adalah efek pasar," kata Koji Haji, Kepala Ekonom NLI Research Institute.

Tapi pertanyaannya, apa yang dapat Abe lakukan jika tiba-tiba pasar berbalik melawannya?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×