Reporter: Yuliana Hema | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren bullish di pasar saham domestik kembali menghadapi tekanan dari sejumlah sentimen negatif.
Salah satu faktor utama datang dari langkah Dana Moneter Internasional (IMF) yang menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 menjadi 4,7% dari sebelumnya 5,1%.
Selain itu, nilai tukar rupiah terus mengalami pelemahan, meskipun indeks dolar Amerika Serikat (AS) justru cenderung melemah.
Berdasarkan data Jisdor Bank Indonesia (BI) pada Rabu (23/4), rupiah ditutup pada level Rp 16.880 per dolar AS. Angka ini lebih lemah dibandingkan posisi pada Selasa (22/4) sebesar Rp 16.862 dan Senin (21/4) sebesar Rp 16.808 per dolar AS.
Baca Juga: Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2025 Turun Imbas Perang Dagang
Pelaku pasar diperkirakan akan kembali bersikap wait and see sembari menantikan katalis positif yang dapat mendorong pergerakan bursa.
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus, menyatakan bahwa meskipun pasar saham sempat mengalami reli dalam beberapa waktu terakhir, volatilitas masih cukup tinggi.
"Pemangkasan proyeksi ekonomi tidak hanya terjadi pada Indonesia, tetapi juga hampir seluruh negara. Banyak ketidakpastian yang dipicu oleh perang dagang," ujarnya.
Di sisi lain, keputusan Bank Indonesia (BI) untuk menahan suku bunga acuan sesuai dengan ekspektasi pasar turut memberikan respons positif. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pun ditutup menguat 1,47% ke level 6.634,38 pada Rabu (23/4).
Baca Juga: Menebak Arah IHSG usai IMF Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Vice President Marketing, Strategy & Planning Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi, menilai bahwa revisi proyeksi IMF mencerminkan dampak dari kebijakan kenaikan tarif impor yang diberlakukan Amerika Serikat (AS) dan China.
Ia menambahkan, tekanan terhadap rupiah menunjukkan adanya ketidakstabilan di dalam negeri yang berpotensi memberikan sentimen negatif. "Sehingga berdampak pada aktivitas ekonomi," jelasnya.
Dalam skenario moderat, IHSG diperkirakan bergerak di kisaran 6.560–6.600. Namun, dalam skenario pesimistis, IHSG dapat kembali melemah hingga menembus level di bawah 6.000, tepatnya di rentang 5.700–5.750.
Menurut Audi, investor sebaiknya bersikap wait and see hingga dirilisnya laporan kinerja kuartal I-2025.
"Jika hasilnya positif, dapat menjadi acuan dalam melakukan kalkulasi pembelian saham," tambahnya.
Baca Juga: IMF Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2025 Jadi 4,7%
Nico menambahkan bahwa meskipun IHSG mulai menunjukkan pergerakan yang lebih stabil, tidak dapat dipungkiri bahwa kondisinya masih rapuh. Ia mengingatkan bahwa investor tetap perlu waspada terhadap potensi pelemahan.
Menurut perhitungannya, agar IHSG dapat menembus level 7.000, maka harus terlebih dahulu melewati level 6.700 dan bertahan secara konsisten di atas 6.500. Setelah itu, target berikutnya adalah 6.900 sebelum mencapai level 7.000.
Nico juga mengingatkan pentingnya disiplin dalam melakukan cut loss mengingat tingginya volatilitas pasar saat ini. Untuk jangka pendek, ia menyarankan agar pasar mencermati sektor-sektor penggerak, seperti saham perbankan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News