Reporter: Melysa Anggreni | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Ketegangan geopolitik di Timur Tengah berdampak terhadap pegerakan harga bitcoin. Namun meski tercatat turun, tetapi disinyalir tekanan ini tak berlangsung lama.
Mengutip Coinmarketcap, Senin (16/6) pukul 20.00 wib bitcoin tercatat menguat 1,12% ke level US$ 106,69 dari sehari sebelum. Namun jika dilihat sepekan terakhir bitcoin sudah melemah 0,97%.
Christopher Tahir, Co-founder CryptoWatch dan Pengelola Channel Duit Pintar mengamati, dalam sebulan terakhir pergerakan harga BTC cukup stagnan akibat tekanan dari sisi geopolitik yang menahan aliran sentimen positif.
Konflik yang melibatkan Iran dan Israel sudah terjadi dalam beberapa tahun terakhir, dan semakin meruncing ketika Israel menyerang wilayah Iran pada akhir pekan kemarin (13/6). Menurut Christopher, pelemahan dalam sepekan ini juga didominasi oleh faktor geopolitik yang semakin memanas,
“Tetapi seharusnya tidak akan berdampak terlalu banyak pada bitcoin, atau dengan kata lain tekanan harga ini hanya berlangsung sementara,” jelas Christopher kepada Kontan.co.id, Senin (16/6).
Baca Juga: Trump Gaungkan Ancaman Tarif Pasca Inflasi AS Mereda, Pasar Kripto Melandai
Fyqieh Fachrur, Analyst Tokocrypto bilang, harga BTC saat ini cenderung lebih terkonsolidasi karena sikap kehati-hatian investor ditengah situasi global yang penuh dengan ketidakpastian.
Menurut Fyqieh, faktor geopolitik ini memicu peningkatan inflasi akibat gangguan pasokan di wilayah konflik. Situasi ini berpotensi membuat arah kebijakan Federal Reserve (the Fed) bergeser dari menahan suku bunga menjadi kembali menaikkan suku bunga.
“Hal ini akan menekan likuiditas global, memperkuat nilai dolar, dan membuat imbal hasil di instrumen aman seperti obligasi menjadi lebih menarik dibanding aset spekulatif seperti bitcoin,” tutur Fyqieh kepada Kontan.co.id, Senin (16/6).
JP Morgan dalam laporan terbarunya telah merubah proyeksi inflasi CPI Amerika Serikat (AS) yang dapat melambung ke 5% jika Israel melancarkan serangan ke Iran.
Dengan skenario ini, maka harga BTC dalam jangka pendek hingga menengah diperkirakan akan tertekan. Sehingga, prospek ke depan sebagian besar memang akan disetir oleh arah inflasi dan sinyal kebijakan suku bunga the Fed.
Prospek ke depan
Panji Yudha, Financial Expert Ajaib menambahkan, pasar masih membuka peluang adanya pemangkasan suku bunga sebesar 0,25% pada September 2025. Disisi lain, BTC mulai dipandang sebagai alternatif lindung nilai terhadap ketidakpastian makro.
“Karena itu,dampaknya terhadap harga akan sangat bergantung pada bagaimana narasi pasar terbentuk dalam beberapa bulan ke depan,” terang Panji kepada Kontan.co.id, Senin (16/6).
Baca Juga: Harga Bitcoin Sempat Kembali ke Level US$ 110.000, Pasar Domestik Menggeliat
Panji juga tetap menaruh optimisme pada pasar kripto. Secara global, sentimen saat ini masih belum mendorong aset kripto ke fase kepanikan. Bahkan, BTC masih mampu bertahan di atas US$100.000 terhitung sejak bulan Juni. Hal ini menandakan bawah tekanan lebih mengarah ke fase konsolidasi sehat ketimbang pembalikan tren besar.
Ke depan, investor juga perlu mencermati sentimen lain seperti outlook ekonomi global, arus masuk dana ke ETF spot global, dan regulasi kripto di AS dan global.
“Jika kondisi makro stabil dan adopsi institusional terus tumbuh, kami melihat potensi BTC menguji area US$115.000–US$125.000 pada akhir 2025,” tandas Panji.
Fyqieh melanjutkan, harga BTC kemungkinan akan bergerak dikisaran US$ 110.000 - US$ 150.000 hingga akhir tahun 2025.
Selanjutnya: Trump Lincurkan Smartphone Rp8 Juta, Incar Konsumen Konservatif AS
Menarik Dibaca: Ini Cara Lunasi Cicilan Pinjaman Rp 10 Juta Setiap Bulanan dan Biaya Tersembunyi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News