Reporter: Namira Daufina | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Harga crude palm oil (CPO) kembali menukik ke level terendahnya sejak Oktober 2016. Kemarin (13/4), harga CPO kontrak pengiriman Juni 2017 di Malaysia Derivative Exchange tergerus 0,89% ke RM 2.566 per metrik ton dibanding hari sebelumnya. Bahkan dalam sepekan terakhir, harga CPO merosot hingga 5,24%.
Harga minyak sawit mentah merosot lantaran tertekan sentimen negatif penurunan ekspor Malaysia sepanjang dua bulan terakhir. Penurunan ekspor Malaysia ini memperkuat indikasi permintaan CPO global melemah. Alhasil, kekhawatiran pelaku pasar pasokan CPO global bakal banjir pun makin besar.
Sebagai gambaran, data Malaysia Palm Oil Board menyebutkan, pengiriman CPO Malaysia di periode Februari-Maret 2016 mencapai 2,5 juta ton. Sementara tahun ini hanya sebesar 2,4 juta ton.
Artinya terjadi penurunan daya beli pada CPO. "Kalau melihat faktor ini, tampaknya sepanjang pekan depan harga CPO masih bisa koreksi," kata Deddy Yusuf Siregar, Research & Analyst Asia Tradepoint Futures, kemarin.
Saat permintaan CPO global berkurang, ekspor CPO ke pasar global justru bertambah. Cargo Surveyor Societe Generale de Surveillance melaporkan, ekspor CPO Malaysia yang mereka tangani di periode 1-10 April 2017 naik 24,8% menjadi 250.481 ton, dibanding periode yang sama bulan sebelumnya. Laporan ini sejalan dengan catatan Intertek, bahwa ekspor CPO Malaysia yang mereka tangani di periode tersebut melambung 21% menjadi 254.141 ton dibanding bulan sebelumnya.
Rencana Parlemen Eropa menolak impor biofuel berbahan baku CPO pada 2020 mendatang turut memberikan tekanan bagi harga. Memang, saat ini, pengaruhnya pada harga tidak terlalu besar.
Tapi, spekulasi ini ikut menjegal peluang harga CPO naik lebih tinggi. "Selama harga belum menembus RM 2.850 per metrik ton, kecenderungan turun masih terbuka," prediksi Deddy.
Meski harga turun, penurunannya diprediksi akan terbatas. Sebab, koreksi signifikan harga CPO membuka kesempatan bagi pelaku pasar untuk melakukan bargain hunting, sehingga harga CPO mudah naik lagi.
Program B30 Indonesia yang membutuhkan sekitar 13 juta ton CPO sepanjang 2017 akan menjadi faktor pendorong kenaikan harga CPO ke depan. "Pasar juga menanti naiknya permintaan jelang Ramadan bulan depan. Tren kenaikan harga CPO mulai terlihat walau tetap di rentang sempit, sebelum ada bukti kenaikan permintaan yang nyata di pasar," kata Deddy.
Waspada koreksi
Agus Chandra, Research & Analyst Monex Investindo Futures, mengatakan, pasar menanti kelanjutan dari upaya Malaysia dan Indonesia mendekati parlemen Eropa. Jika terjadi diskusi dan berhasil membawa perubahan pada rencana Parlemen Eropa, harga CPO berpeluang naik. "Untuk saat ini laporan kenaikan impor dari India bisa jadi daya tahan bagi pergerakan harga agar terhindar dari kejatuhan lebih dalam," imbuh Agus.
Solvent Extractor's Association of India melaporkan, impor CPO India pada Maret 2017 naik dari 642.562 ton menjadi 680.065 ton.
Peluang penurunan harga CPO pekan depan masih terbuka. "Ada perkiraan produksi masih terus naik, sementara permintaan nampaknya belum pulih mengingat persaingan dengan harga kedelai yang rendah," tutur Agus.
Menurut perkiraan USDA's Foreign Agricultural Service, produksi CPO Malaysia periode September 2016-September 2017 akan naik dari 17,7 juta ton menjadi 19,5 juta ton dibanding periode setahun sebelumnya. Hingga September 2018, produksi bisa melonjak menjadi 21 juta ton.
Ini didukung data Malaysia Palm Oil Board yang menunjukkan bahwa produksi Malaysia di Maret 2017 terbang 16% menjadi 1,46 juta ton dibanding bulan sebelumnya. Ini adalah kenaikan produksi pertama sejak September 2016 dan menjadi kenaikan terbesar sejak Maret 2016.
Efeknya, stok CPO Malaysia Maret 2017 pun naik 6,5% menjadi 1,55 juta ton, atau jauh di atas prediksi Bloomberg Survey yang hanya 1,52 juta ton. James Fry, Chairman LMC International Ltd, memprediksi, stok di Malaysia sampai Juni 2017 bisa mencapai 2 juta ton.
Hal serupa bisa terjadi di Indonesia. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) memperkirakan, produksi CPO Indonesia di 2017 bisa mencapai 35,5 juta ton atau naik 12,69% dibanding 2016. "Ini yang akan terus menahan laju pergerakan harga. Untuk sepekan ke depan, selama belum ada perbaikan dari sisi permintaan, maka tren jangka pendek masih bearish," imbuh Agus.
Berkaca pada hal ini, Agus memperkirakan harga CPO sepanjang pekan depan akan bergerak dalam rentang RM 2.500-RM 2.700 per metrik ton. Sedang menurut hitungan Deddy, harga CPO akan bergerak antara RM 2.650-RM 2.720 per metrik ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News