Reporter: Nur Qolbi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Total transaksi stablecoin paling populer Tether (USDT) turun ke US$ 19,1 miliar pada Jumat (26/5), dari US$ 21,3 miliar pada hari sebelumnya. Berdasarkan volume transaksi USD, Tether mengalami pelemahan transaksi sebesar 22,25% dalam 24 jam terakhir di berbagai bursa kripto luar negeri dan dalam negeri.
Trader External Tokocrypto Fyqieh Fachrur mengatakan, penurunan ini disebabkan adanya investor kripto yang lebih suka menyimpan asetnya dalam bentuk cash atau stablecoin lain untuk melakukan pembelian aset kripto yang menyediakan pair USDT.
Trader dan investor pun banyak yang mengambil sikap wait and see terlebih dahulu sembari menunggu pengumuman terkait kesepakatan plafon utang Amerika Serikat (AS) pada tanggal 1 Juni 2023. Dolar AS yang menjadi underlying Tether diprediksi akan terkoreksi pada bulan Juni 2023 akibat adanya isu plafon utang ini.
Baca Juga: Meme Coin Pepe Naik Drastis, Ini Kata CEO Indodax
Di sisi lain, volume transaksi USDT kemungkinan akan meningkat seiring dengan adanya berita dan sentimen positif terkait makroekonomi, terutama yang berhubungan dengan AS dan mata uang dolar AS. Pasalnya, USDT sering digunakan sebagai alternatif yang lebih stabil dan mudah dalam menghadapi volatilitas pasar kripto.
"Ketika terjadi ketidakpastian ekonomi atau gejolak pasar aset kripto, para trader cenderung mencari stabilitas dengan mengonversi aset kripto mereka ke USDT. Hal ini dapat meningkatkan volume transaksi USDT karena banyak orang yang memilih untuk menggunakan USDT sebagai tempat berlindung atau sebagai alat untuk berpartisipasi dalam perdagangan," tutur Fyqieh saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (26/5).
Fyqieh menjelaskan, pergerakan harga Tether secara umum akan tetap berusaha mempertahankan nilai 1:1 dengan dolar AS. Namun, ketika mengkonversikan USDT ke dalam mata uang rupiah, nilai tukarnya akan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi AS dan Indonesia.
Jika AS mengalami default atau ketidakmampuan membayar utangnya, maka dapat mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Jika AS mengalami default, kemungkinan rupiah akan menguat karena situasi tersebut dapat mengurangi kepercayaan investor terhadap dolar AS.
Baca Juga: Harga Bitcoin Pekan Ini Masih Dibayangi Potensi Gagal Bayar Utang AS
Namun, perlu diingat bahwa dampak default AS juga dapat menciptakan efek domino dan menyebabkan ketidakstabilan di pasar keuangan global. Hal ini dapat mempengaruhi perekonomian Indonesia, terutama dalam hal bunga utang dan aktivitas ekspor impor yang pada akhirnya memengaruhi nilai tukar rupiah.
Menurut Fyqieh, menyimpan dolar AS sebagai alternatif untuk menjaga nilai mata uang dapat menjadi strategi yang baik dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi.
Pasalnya, dolar AS sering dianggap sebagai cadangan devisa yang kuat dan stabil oleh banyak negara, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, memegang USD dapat memberikan perlindungan terhadap fluktuasi nilai tukar dan risiko mata uang.
Selain itu, jika belum yakin untuk berinvestasi langsung dalam aset kripto seperti Bitcoin (BTC), Ethereum (ETH), atau altcoin lainnya, menyimpan USDT sebagai alternatif investasi bisa menjadi pilihan. USDT adalah stablecoin yang nilainya terkait dengan dolar AS sehingga dapat memberikan stabilitas dalam portofolio trader.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News