Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Awal tahun 2023, saham-saham lapis kedua mengambil alih tangga top gainers. Hal tersebut didorong pelemahan saham-saham big caps.
Hingga Senin (9/1), tangga top gainers diisi saham PT Ateliers Mecaniques D'Indonesie Tbk (AMIN), PT Radiant Utama Interinsco Tbk (RUIS), PT Batavia Prosperindo Tbk (BPTR), PT Jaya Agra Wattle Tbk (JAWA), PT Data Sinergitama Jaya Tbk (ELIT), dan PT Jaya Swarasa Agung Tbk (TAYS).
Equity Research Analyst Phintraco Sekuritas Rio Febrian mengatakan kenaikan saham lapis kedua didorong tertekannya saham big caps. "Pasar cenderung beralih ke saham lapis kedua karena banyak sentimen negatif yang mempengaruhi pasar dan secara teknikal juga saham-saham big caps mayoritas banyak tertekan," ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (6/1).
Sebab, secara sentimen Rio menilai tidak ada sentimen khusus yang berbeda antara lapis kedua dan blue chip. Sehingga sentimen akan bergantung pada sentimen secara umum berlaku untuk semua.
Baca Juga: IHSG Berpotensi Rebound Esok, Selasa (10/1)
Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani menambahkan adapula saham yang juga didorong dari sentimen sektornya. Contohnya saham JAWA yang bergerak di bidang minyak kelapa sawit didorong kebijakan pemerintah yang mengubah batasan ekspor minyak kelapa sawit dari 1:8 ke 1:6 guna mendukung pasar domestik dan memastikan kecukupan pasokan menjelang Ramadhan dan tahun ini.
Namun secara umum Arjun berpandangan bahwa saham lapis kedua kurang prospektif. Sebab, kenaikannya didominasi akibat diversifikasi yang dilakukan investor di tengah tekanan saham-saham big caps untuk mengamankan profit.
Lanjutnya, pasar saham saat ini sedang mengalami ketidakpastian geopolitik dan ekonomi. Ada kemungkinan tinggi resesi global tahun ini menurut general consensus pasar serta pasar masih mengalami kenaikan suku bunga secara agresif oleh Bank Indonesia (BI) dan tingkat inflasi yang masih di luar target rentang dan Rupiah yang cukup lemah dibandingkan dengan historis.
Baca Juga: IHSG Menguat ke 6.688 pada Senin (9/1), ANTM, BBCA, ADRO Paling Banyak Net Buy Asing
Dari faktor-faktor tersebut, Arjun berpandangan investor akan cenderung memilih emiten dengan fundamental yang kuat. "Menurut saya investor akan lebih memilih menempatkan dana di saham big caps yang sudah ada track record yang bagus dan fundamental yang resilient terhadap efek resesi," papar dia.
Di sisi lain, Rio berpandangan ada saham lapis kedua yang masih bisa diperhatikan investor, diantaranya GPRA, IPCC dan PRDA. Menurutnya, saham-saham tersebut memiliki kapitalisasi pasar yang cukup besar dan saham-saham yang likuid di pasar.
"Selain itu saham-saham tersebut relatif memiliki rasio PER dan PBV yang lebih rendah dibandingkan PER dan PBV Sektoral per November 2022," sambungnya.
Secara detil, Rio menjelaskan PER GPRA berada di level 8,53 kali dibandingkan industrinya pada level 13,41 kali. Lalu IPCC di 6,70 kali dibandingkan industrinya 14,23 kali dan PRDA pada level 13,41 kali dibandingkan 25,41 kali dari industrinya.
Baca Juga: Pasar Saham AS Masih akan Diwarnai Pro dan Kontra Arah Kebijakan The Fed
Rekomendasi
1. GPRA (Trading Buy)
Jika bertahan di atas level Rp 97, GPRA berpotensi technical rebound. Uji resistance terdekat Rp 103. Jika rebound berlanjut target berikutnya di kisaran Rp 108. Stoploss 93.
2. IPCC (Speculative Buy)
Pertimbangkan buy on support di level Rp 530. Potensi rebound terdekat di kisaran Rp 555. Stoploss Rp 515.
3. PRDA (Trading Buy)
Stochastic RSI membentuk goldencros, mengindikasikan potensi rebound. Jika bertahan di atas level Rp 5.400, PRDA berpotensi uji pivot level Rp 5.625. Jika rebound berlanjut, target berikutnya di kisaran Rp 6.000. Stoploss Rp 5.250.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News