kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

TINS genjot bisnis hilirnya


Kamis, 19 Maret 2015 / 16:59 WIB
TINS genjot bisnis hilirnya
ILUSTRASI. Jangan Panik saat Lupa Password Akun SSCASN, Ini Solusi Mengatasinya.


Reporter: Annisa Aninditya Wibawa | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Harga komoditas yang berfluktuasi membuat PT Timah (Persero) Tbk (TINS) perlu berpikir kreatif demi kelangsungan bisnisnya. Emiten tambang timah pelat merah ini pun ingin menggenjot bisnis hilirnya.

“Hilirasi yang kita coba tingkatkan. Bukan hanya produksi logam, tapi barang dari hasil produksi logam itu,” kata Agung Nuroho, Sekretaris Perusahaan TINS, kepada KONTAN, Kamis, (19/3).

Ia menjelaskan bahwa TINS tengah dalam pembangunan pabrik tin chemical. Agung bilang, TINS telah memiliki bisnis itu sebelumnya. Namun, bahan bakunya masih masih dibeli dari luar negeri. Lalu dengan adanya pabrik tin chemical tersebut, TINS tak perlu lagi mengimpor.

Pabrik tersebut diharapkan rampung di semester kedua tahun ini. Untuk investasinya, TINS menganggarkan dana sekitar Rp 130 miliar.

Agung meyakini, bisnis hilir ini bisa memberi keuntungan lebih tinggi ketimbang hulu. Oleh karena itu, TINS pun optimis bisa memperoleh pertumbuhan laba 20% dari Rp 637,96 miliar menjadi Rp 765,55 miliar.

Saat ini, hampir seluruh pendapatan TINS dikontribusi dari penjualan logam. Ke depannya, TINS berharap kontribusi bisnis logamnya hanya akan berperan 50% dan 50% lagi dari bisnis lain anak usaha.

“Komoditas kita turunkan. Semakin kita tahan produksi, harga akan lebih baik,” ucap Agung.

Tahun ini, TINS menganggarkan belanja modal atau capital expenditure (capex) sebesar Rp 1,18 triliun. Sebesar 70% atau Rp 826 miliar akan digunakan untuk peningkatan alat produksi dan perbaikan. Lalu 30% atau Rp 354 miliar untuk pendukung bisnis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×