Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Noverius Laoli
PTBA mencatat penjualan ekspor menyumbang 46%, sementara sisanya 54% berasal dari penjualan domestik. Volume penjualan batubara naik sebesar 16% YoY menjadi 31,28 juta ton.
Dari total ini, volume batubara ekspor meningkat sebesar 27% YoY menjadi 14,29 juta ton, sementara volume domestik dengan realisasi DMO juga tumbuh sebesar 8% YoY menjadi 16,98 juta ton.
‘’Pembentukan MIP berpotensi menguntungkan produsen batubara dengan eksposur signifikan terhadap pasar domestik seperti PTBA,’’ ungkap Helen dalam riset 20 November 2024.
Baca Juga: Cek Rekomendasi Saham Tambang dan Energi Usai Donald Trump Menang Pilpres AS
Di samping itu, Helen memandang bahwa proyek kereta api Tanjung Enim ke Keramasan yang merupakan pengembangan utama PTBA dapat meningkatkan kemampuan bisnis logistik dan memperluas kapasitas transportasi sebesar 20 juta ton per tahun.
Proyek ini berjalan sesuai rencana dengan harapan kereta api akan beroperasi pada semester II-2025.
Hanya saja, saat ini masih adanya risiko negatif bagi PTBA seiring fluktuasi harga batubara. Tekanan dari harga batubara tercermin dari gerak harga jual rata-rata alias Average Selling Price (ASP) selama Januari – September yang turun 4% menjadi Rp 0,97 juta per ton, mengikuti turunnya harga batubara global dan kenaikan penjualan di mulut tambang.
PTBA juga dibebani Cost of Goods Sold (COGS) naik 14,8% secara tahunan, dengan jasa pertambangan dan biaya kereta api tetap menjadi komponen biaya terbesar.
Baca Juga: Mencermati Prospek Emiten MIND ID di Tengah Misi Hilirisasi & Ekosistem EV
Biaya jasa pertambangan meningkat karena pemindahan lapisan tanah penutup, ekstraksi batubara, dan harga bahan bakar yang lebih tinggi, sementara biaya kereta api meningkat seiring dengan volume transportasi batu bara yang lebih tinggi.