kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.333.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tingginya Inflasi Menekan IHSG, Begini Rekomendasi Saham dari Analis


Selasa, 05 Juli 2022 / 07:45 WIB
Tingginya Inflasi Menekan IHSG, Begini Rekomendasi Saham dari Analis


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. IHSG memerah dalam enam hari beruntun hingga Senin (4/7). Pada perdagangan kemarin, IHSG melemah 2,28% ke level 6.639,17. 

IHSG dinilai makin lesu karena tertekan laju inflasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, tingkat inflasi pada Juni 2022 mencapai 4,35% yoy alias rekor tertinggi sejak Juni 2017.

Research Analyst Artha Sekuritas Indonesia Dennies Christoper Jordan melihat bahwa sentimen dari kondisi inflasi saat ini menekan IHSG. Terlebih ada potensi kenaikan tingkat suku bunga dalam waktu dekat.

Setelah The Fed menaikkan suku bunga, Bank Indonesia (BI) pun diekspektasikan akan segera mengambil kebijakan serupa. Alhasil, aliran dana kemungkinan akan berpindah dari pasar saham ke instrumen investasi yang lebih rendah risiko.

Baca Juga: Terkoreksi 200 Poin, Analis Tetap Rekomendasi Beli Saham ICBP, Simak Ulasannya

"Sehingga sangat wajar jika bursa saham masih melemah hingga hari ini, dan ada baiknya untuk wait and see jika ingin membeli saham," kata Dennies saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (4/7).

Analis Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan menambahkan, secara umum lonjakan inflasi berpotensi menekan laju pertumbuhan ekonomi. Sedangkan IHSG berkaitan erat dengan outlook pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Kekhawatiran terhadap penurunan outlook ekonomi tahun ini berpotensi memicu aksi jual, seperti yang terjadi dalam sepekan terakhir. Secara global, di samping adanya demand yang besar seiring pulihnya aktivitas masyarakat, pemicu inflasi juga datang dari efek perang Rusia-Ukraina.

Oleh sebab itu, perkembangan perang Rusia-Ukraina menjadi salah satu faktor penting terkait tingginya inflasi secara global yang dikhawatirkan berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi, bahkan potensi resesi.

"Dari dalam negeri, perkembangan kebijakan fiskal dan moneter menjadi fokus utama saat ini. Kebijakan suku bunga di sisi fiskal, dan misalnya harga bahan bakar untuk kebijakan moneter," sebut Valdy.

Pasalnya, kebijakan harga bahan bakar (BBM) terutama yang bersubsidi, merupakan faktor sensitif terhadap inflasi di Indonesia. Di tengah kondisi saat ini, Valdy menyarankan agar pelaku pasar tidak terlalu agresif.

Baca Juga: IHSG Tumbang 2,28% ke 6.639 Pada Senin (4/7)

Investor dapat kembali memperhatikan saham-saham defensif yang relatif tidak terlalu sensitif dengan interest rate, misalnya di sektor consumer goods. Jika pelemahan IHSG tertahan di kisaran level support area 6.500 - 6.600, maka bisa mencermati peluang buy on weakness terutama pada saham-saham bluechip.

"Tapi kembali, sebaiknya jangan terlalu agresif. Sebab di sisi lain, IHSG masih memiliki potensi pelemahan lanjutan, terutama jika break low 6.500," imbuh Valdy.

Sementara itu, Technical Analyst Binaartha Sekuritas Ivan Rosanova memandang saham-saham di sektor perbankan, telekomunikasi, serta komoditas seperti Crude Palm Oil (CPO) dan logam masih menarik untuk dilirik.

Pelaku pasar bisa mencermati peluang buy on weakness untuk saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM), PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM).

 

Sejauh ini saham emiten consumer non-cyclicals juga masih menarik dan cenderung defensif di tengah tekanan jual pada sektor lain. Saham yang bisa dilirik adalah PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR).

"Masih patut dicermati setidaknya untuk jangka pendek selama tren masih menguat dengan evaluasi kembali di bulan Agustus nanti," sebut Ivan.

Kemudian untuk sektor ritel, Ivan masih memberikan saran wait and see. Lalu terhadap saham yang sudah naik tinggi seperti PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT), investor perlu berhati-hati lantaran kemungkinan mendekati akhir uptrend.

"Rawan ada aksi profit taking sehingga saat ini sebaiknya hold atau mulai realisasikan profit bertahap, dan untuk masuk sebaiknya menunggu saja dulu," imbuh Ivan.

Seiring tren pelemahan kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, saham dari emiten yang banyak berbahan baku impor juga patut diwaspadai. 

"Saham farmasi merupakan salah satu yang terdampak negatif dari sisi pergerakan harganya mengingat bahan baku yang masih impor," tandas Ivan.

Baca Juga: Kinerja Sejumlah Emiten Ini Dibayangi Fluktuasi Rupiah, Simak Rekomendasi Sahamnya

Di samping emiten consumer non-cyclicals, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus melihat saham healthcare dan perbankan juga masih menarik.

Hampir semua sektor akan terkena imbas dari kondisi inflasi dan makro ekonomi saat ini. Tapi, sektor yang diproyeksi terdampak paling berat adalah properti dan otomotif, lantaran kinerjanya tergantung dengan daya beli masyarakat.

Namun menimbang perkembangan situasi saat ini, Nico mengingatkan agar sebelum sampai pada keputusan buy, hold atau sell, investor perlu menilik kembali pada tiga hal mendasar. Yakni tingkat risiko, durasi, serta portofolio investasi masing-masing investor.

"Apabila ternyata saham yang dimiliki memiliki potensi di masa yang akan datang, koreksi merupakan kesempatan untuk melakukan akumulasi beli," sebut Nico.

Sedangkan Dennies menyarankan untuk mencermati sektor konsumer dan perbankan. "karena akan menarik bisa membeli di harga yang murah. Namun disarankan untuk wait and see hingga penurunan harga mulai melandai," pungkas Dennies.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×