Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Federal Reserve resmi menaikkan suku bunga pada FOMC bulan Desember ini. The Fed mulai mengerek suku bunga acuan Fed Funds Rate pada Maret 2022. Pada Desember tahun 2022 suku bunga The Fed kembali naik 50 bps menjadi pada kisaran 4,25%-4,5%, sekaligus menjadi suku bunga tertinggi sejak 2007 saat krisis subprime mortgage.
Financial Expert Ajaib Sekuritas Ratih Mustikoningsih melihat, keputusan The Fed menaikkan suku bunga membuat beberapa bank sentral melakukan kebijakan yang sama termasuk Indonesia. Bank Indonesia (BI) telah mengikuti langkah The Fed, tercermin untuk keempat kalinya secara berturut turut hingga di pertemuan Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI bulan November suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) berada pada level 5,25%, atau naik 50 bps dari RDG bulan sebelumnya.
Jika dihitung, spread suku bunga BI dan The Fed saat ini hanya sebesar 75 bps. Oleh karena itu, BI diprediksi akan tetap mengikuti langkah The Fed untuk menaikkan suku bunga di pekan depan demi menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan mencegah capital outflow di pasar keuangan seperti saham dan obligasi, di tengah imbal hasil obligasi Amerika Serikat (AS) yang lebih menarik.
Di pasar saham, asing tercatat net sell Rp 6,31 triliun secara mingguan. Bahkan net sell asing mencapai total Rp 11,13 triliun dalam sebulan. Kenaikan suku bunga The Fed yang memicu depresiasi nilai tukar rupiah turut berdampak pada imported inflation, sehingga emiten yang menggunakan bahan baku impor akan tertekan terhadap selisih kurs.
Baca Juga: IHSG Melemah ke 6.751, Net Sell Asing Rp 1,7 Trilun di Pasar Reguler, Kamis (15/12)
"Emiten yang menerbitkan global bond juga akan memiliki forex losses yang semakin besar dan akan menyebabkan profitabilitas menurun," ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (15/12).
Ratih berpandangan, The Fed berpotensi melanjutkan kenaikan suku bunga hingga tahun 2023 dengan kemungkinan total kenaikan 75 bps pada periode tersebut. Hal ini sejalan dengan tingkat inflasi tahunan AS masih tinggi sebesar 7,1% di bulan November 2022, walaupun telah melandai dari bulan sebelumnya yang tercatat 7,7%, namun masih jauh di atas target The Fed sebesar 2%.
Oleh karena itu, Ratih menyarankan investor lebih cermat dalam memilih saham. "Cari saham berfundamental baik, memiliki prospek bisnis yang berkelanjutan dan defensif di sektor perbankan, tambang logam dan barang konsumsi, di tengah risiko pelemahan ekonomi akibat kebijakan hawkish tersebut," kata dia.
Baca Juga: IHSG Berpotensi Melemah pada Perdagangan Jumat (16/12)
Saham-saham pilihan yang bisa dicermati investor antara lain:
1. PT Bank Central Asia Tbk (BBCA)
Buy di area Rp 8.500 dengan target harga pada resistance terdekat di level Rp 8.900 serta pertimbangkan cut loss apabila tembus support di level harga Rp 8.100.
2. PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA)
Buy on weakness di area Rp 4.180-Rp 4.200 dengan target harga pada resistance di level Rp 4.700 serta pertimbangkan cut loss apabila tembus support pada area Rp 4.000.
3. PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP)
Buy di area Rp 10.300 dengan target harga pada resistance terdekat di level Rp 10.800 serta pertimbangkan cut loss apabila tembus support di level harga Rp 9.900.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News