Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penyebaran pandemi Covid-19 tampaknya ikut melumpuhkan pergerakan dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang tahun ini. Kondisi tersebut diyakni masih akan berlanjut selama belum ada solusi dari penyelesaian corona.
Berdasarkan rangkuman Kontan, pelemahan dolar AS paling dalam tampak pada pasangan AUDUSD sepanjang Agustus 2020, yakni melemah 3,26% di level 0.7376 pada 31 Agustus 2020. Pelemahan selanjutnya tampak pada pasangan GBPUSD sebanyak 2,17% dan ditutup pada level 1.3370.
Selanjutnya, pada pasangan EURUSD, dolar AS juga tampak melemah 1,34% ke level 1.1936 di akhir Agustus lalu. Sedangkan untuk pasangan USDJPY, mata uang greenback berhasil menguat tipis 0,07% ke level 105,91 pada akhir Agustus 2020.
Research & Development ICDX Nikolas Prasetia mengatakan, sepanjang 2020 tampak bahwa hampir seluruh mata uang dollar AS melemah tajam terhadap mata uang dunia lainnya, kecuali yen Jepang. "Kalau dilihat, sentimennya masih terkait Covid-19, dimana efeknya juga beruntun dengan lonjakan kasus. Bahkan, sampai saat ini AS masih memimpin, dengan jumlah kasus positif terbanyak," ungkap Niko kepada Kontan.co.id, Senin (8/9).
Baca Juga: Kurs rupiah berpotensi menguat terbatas pada Selasa (8/9)
Berkaca dari kondisi yang ada, Negeri Paman Sam mengambil jalur penyelamatan ekonomi dengan menggelontorkan banyak stimulus. Niko menilai, dampak stimulus turut berperan besar terhadap pelemahan dolar AS, tampak dari keputusan Bank Sentral AS atau The Fed yang secara agresif memangkas suku bunganya dan terus menambah stimulus fiskal. "Bahkan, kabarnya AS bakal menggelontorkan stimulus baru lagi dan rencananya bakal didistribusikan awal Desember 2020, jika proses negosiasi berjalan lancar dan cepat disetujui," ujar Niko.
Adapun sentimen yang berpotensi membalikkan tren pelemahan dolar AS ke depan sangat bergantung pada perkembangan kasus Covid-19. Terutama, jika penemuan vaksin bisa segera didistribusikan dan terbukti efektif untuk melawan virus corona.
Niko mengatakan, sampai saat ini kebanyakan vaksin baru digunakan hanya untuk kebutuhan tertentu saja dan belum dimanfaatkan untuk kebutuhan secara luas. Harapannya, jika vaksin sudah melewati tahapan uji coba dan aman digunakan untuk umum, maka tren kurs greenback berpotensi berbalik.
"Sebenarnya (tekanan) dolar AS bukan dari dominasi faktor eksternal, melainkan hanya faktor internal AS saja. Khususnya dengan rentetan rencana stimulus dan tingginya kasus Covid-19 di AS," ujar Niko.
Baca Juga: Keok melawan mata uang dunia, dolar AS menghadapi banyak tantangan
Di sisi lain, Niko menilai pergerakan euro sudah naik cukup banyak dalam beberapa waktu terakhir. Dia meramal, EURUSD berpotensi kembali koreksi ke level 1,1600. Sementara itu, untuk poundsterling pergerakannya sebatas perkembangan isu Brexit dan berpotensi mendorong GBPUSD ke kisaran 1,2900.
Adapun untuk pergerakan dolar Australia, Niko menilai kenaikannya sudah cukup panjang. Dia memperkirakan pairing AUDUSD bisa kembali ke zona 0,7000 di akhir tahun. "Ini karena masih ada sentimen yang berasal dari isu-isu stimulus selain dari tingkat suku bunga Australia yang sudah cukup rendah," pungkas Niko.
Selanjutnya: Impor China menurun, harga minyak WTI ikut terperosok
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News