Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelemahan harga minyak mentah dunia menyeret harga komoditas energi lainnya. Tekanan bagi komoditas energi selain minyak bertambah karena penyebaran virus corona atawa Covid-19 masih jadi pemberat.
Analis Central Capital Futures Wahyu Tribowo Laksono mengatakan, semua komoditas energi seperti batubara, gas alam hingga minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) berada dalam tren bearish.
"Semuanya masih bergantung pada solusi virus dan efeknya terhadap resesi global," kata dia kepada Kontan.co,id, Rabu (22/4).
Baca Juga: Setelah cetak rekor terburuk, harga minyak Brent dan WTI masih di bawah US$ 20
Mengutip Bloomberg, Rabu (22/4) pukul 18.50 WIB, harga batubara kontrak pengiriman Juni 2020 turun 0,67% ke US$ 52 per metrik ton. Harga gas alam pun melemah, pada kontrak pengiriman Mei 2020, harganya turun 1,43% menjadi US$ 1,79 per mmbtu.
Hanya CPO yang menguat di hari ini, setelah naik 0,53% ke RM 2.075 per ton. Tetapi perlu diingat, harga CPO cetak rekor terendah pada Selasa di RM 2.064 per ton.
Sementara itu, harga minyak jenis Brent dan WTI masih betah di bawah US$ 20 per barel. Di mana, harga minyak Brent kontrak Juni 2020 di level US$ 19,50 per barel. Sedangkan di saat yang sama, harga minyak jenis WTI kontrak Juni 2020 turun ke US$ 11,15 per barel
Menurut Wahyu, harga komoditas energi bisa kembali pulih asalkan kondisi ekonomi membaik pasca virus corona. Namun, untuk saat ini tren harga batubara, gas alam, hingga CPO masih terancam dan berada di area bearish.
Untuk pergerakan harga batubara dan CPO, Wahyu bilang nasib komoditas tersebut sedikit lebih baik ketimbang harga minyak mentah dan gas alam. Namun, kondisinya tetap terseret karena fundamental yang negatif dan turut berdampak pararel pada pergerakan harga komoditas tersebut.
"Batubara sebenarnya masih lebih baik nasibnya karena seharusnya sudah di bawah US$ 40 per metrik ton, namun saat ini masih bertahan di kisaran US$ 50 per ton," kata dia.
Baca Juga: Harga minyak dunia berpotensi menguji level US$ 10 per barel
Selain itu, tempat penyimpanan batubara lebih mudah ketimbang minyak. Belum lagi, jika terjadi kelebihan pasokan batubara, China dianggap mampu mengatur pasokan sehingga harga tak akan jatuh terlalu dalam.
Katalis positif bagi batubara juga bertambah setelah China berhasil keluar dari pandemi virus corona. Sebagai konsumen utama batubara di dunia, hal ini cukup menguntungkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News