Reporter: Dimas Andi | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sebagian besar emiten produsen ban tampak mengalami perlambatan kinerja keuangan pada akhir semester I-2025. Tekanan yang melanda industri otomotif tampaknya menular ke emiten komponen tersebut.
Sebagai contoh, PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) mencatat penurunan pendapatan 0,35% year on year (yoy) menjadi Rp 8,52 triliun pada semester I-2025 yang dibarengi oleh penurunan laba bersih sebesar 21,94% yoy menjadi Rp 450,50 miliar.
PT Multistrada Arah Sarana Tbk (MASA) juga mengalami pelemahan penjualan bersih sebesar 3,23% yoy menjadi US$ 212,24 juta, meski laba bersih emiten produsen ban merek Michelin ini tumbuh tipis 1,46% yoy menjadi US$ 22,28 juta pada akhir semester I-2025.
Berlanjut ke PT Goodyear Indonesia Tbk (GDYR), pendapatan emiten ini mampu tumbuh 2,93% yoy menjadi US$ 83,97 juta pada semester I-2025. Namun, laba bersih mereka tergerus 58,80% yoy menjadi US$ 1,85 juta.
Praktis, hanya PT King Tire Indonesia Tbk (TYRE) yang meraih pertumbuhan kinerja top line dan bottom line. Penjualan TYRE meningkat 12,93% yoy menjadi Rp 304,45 miliar pada semester I-2025, sedangkan laba bersihnya tumbuh 11,69% yoy menjadi Rp 14,43 miliar.
Baca Juga: Permintaan Ban Meningkat Jelang Lebaran, Simak Rekomendasi Saham Emiten Ban
Investment Analyst Infovesta Utama Ekky Topan mengatakan, perlambatan kinerja emiten produsen ban cukup dipengaruhi oleh lemahnya permintaan ban dari segmen pelanggan Original Equipment Manufacturer (OEM) yang berkaitan dengan penjualan kendaraan bermotor baru.
Sebagai gambaran, penjualan wholesales (pabrik ke diler) mobil nasional pada Januari-Juli 2025 turun signifikan sebesar 10,1% yoy menjadi 435.390 unit. Begitu pula dengan penjualan retail (diler ke konsumen) mobil nasional yang turun 10,8% yoy menjadi 453.278 unit hingga Juli 2025.
"Segmen aftermarket juga belum sepenuhnya pulih," ujar Ekky, Selasa (12/8/2025).
Kemudian dari sisi biaya, harga karet alam sebagai bahan baku utama ban cenderung tetap tinggi dan ketat sepanjang 2025 akibat defisit pasokan global di tengah tingginya permintaan. Kondisi ini membuat biaya produksi ban menanjak dan berisik menekan margin emiten produsen ban, meski harga beberapa bahan baku ban sintetis bergerak bervariasi.
Tantangan bagi emiten produsen ban juga masih cukup berat pada semester II-2025, mengingat permintaan ban baru tidak akan pulih secara cepat. Stabilitas daya beli konsumen masih menjadi kunci bagi kinerja emiten ban pada masa mendatang.
Di sisi lain, emiten tetap harus bersiap menghadapi risiko volatilitas harga karet alam. Belum lagi, kurs rupiah masih rawan bergerak fluktuaktif, sehingga mengancam kelangsungan usaha emiten ban yang notabene memiliki porsi impor bahan baku yang tidak sedikit.
"Kemampuan produsen dalam melakukan pass-through pricing dan mengelola bauran produk sangat penting untuk menjaga profitabilitas," imbuh Ekky.
Baca Juga: Pasar Otomotif Lesu, Penjualan Mobil RI Bisa Anjlok di Bawah 800.000 Unit
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan, tren penurunan penjualan mobil baru membuat emiten-emiten ban sulit berharap meraih kenaikan pendapatan yang signifikan dari segmen OEM. Peluang lebih besar kini ada di segmen aftermarket yang bergantung pada jumlah populasi kendaraan serta daya beli masyarakat. Konsumen yang telah memiliki kendaraan tentu perlu melakukan perawatan berkala, termasuk mengganti ban.
"Permintaan terkait produk suku cadang termasuk di dalamnya ban masih cukup tinggi, sehingga segmen ini masih bisa prospektif," kata Nafan, Selasa (12/8/2025).
Emiten ban juga tetap perlu melakukan terobosan atau inovasi dengan mengeluarkan varian produk ban baru untuk menarik minat konsumen, meski upaya ini tentu dengan mempertimbangkan kondisi pasar.
Untuk sementara ini, Nafan menyarankan investor untuk wait and see terhadap saham-saham emiten produsen ban, mengingat saham di sektor ini cenderung kurang likuid.
Di lain pihak, Ekky menyebut saham GJTL layak diakumulasi oleh investor pada harga rendah seperti saat ini, mengingat valuasi emiten ini cukup menarik. Jika tren kinerja kembali membaik, harga saham GJTL berpotensi menuju kisaran Rp 1.350--1.400 per saham untuk jangka menengah hingga panjang.
Pada Selasa (12/8/2025), saham GJTL bertengger di level Rp 1.040 per saham atau naik 1,46% dari hari sebelumnya. Namun, sejak awal tahun, saham emiten ini terkoreksi 9,17% year to date (ytd).
Selanjutnya: Nasib Tarif PPN akan Ditentukan Mahkamah Konstitusi pada 14 Agustus 2025
Menarik Dibaca: Cara Mengenali Investasi Bodong biar Terhindar dari Skema Cepat Kaya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News