Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak dunia menghangat. Meningkatnya tensi antara Lebanon dengan Israel, pemangkasan suku bunga The Fed, dan laporan stok minyak Amerika Serikat (EIA) menjadi pendorongnya.
Berdasarkan data Trading Economics, harga minyak WTI bertengger di US$ 71,17 per barel dan minyak Brent di US$ 73,96 per barel pada Kamis (19/9) pukul 13.16 WIB. Masing-masing naik 0,37% dan 0,43% secara harian, sementara sepekan terakhir harganya naik 3,11% dan 2,73%.
Research and Development ICDX Yoga Tirta mengatakan, intensitas ketegangan antara Lebanon dan Israel semakin meningkat. Hal itu terjadi pasca kementerian kesehatan Lebanon melaporkan 20 orang tewas dan lebih dari 450 orang terluka pada hari Rabu (18/9), yang diakibatkan meledaknya radio genggam yang digunakan oleh kelompok Hizbullah.
Sentimen positif lainnya datang dari keputusan the Fed yang mengumumkan pemangkasan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) sebesar 50bps menjadi 4,75%–5%. Hal itu menandai pemangkasan suku bunga pertama dalam empat tahun.
Baca Juga: Harga Minyak Turun, Pemangkasan Suku Bunga Fed Memicu Kekhawatiran Ekonomi
Yoga berpandangan, keputusan the Fed mengindikasikan adanya perubahan fokus strategi dari bank sentral AS yang memprioritaskan pertumbuhan ekonomi di samping pengendalian inflasi, setelah sinyal melambatnya pasar tenaga kerja AS baru-baru ini.
"Langkah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi AS sekaligus menjadi katalis positif bagi permintaan minyak di negara konsumen minyak terbesar pertama dunia itu," tulisnya dalam riset, Kamis (19/9).
Sentimen lainnya, dalam laporan mingguan badan statistik EIA menunjukkan stok minyak mentah AS turun sebesar 1,63 juta barel, jauh lebih besar dari prediksi awal yang memperkirakan stok akan turun sebesar 200.000 barel. Laporan EIA itu mengindikasikan permintaan yang kuat di pasar energi AS.
Sementara itu, China mengumumkan pembekuan aset terhadap sembilan perusahaan yang terkait dengan militer AS atas tuduhan penjualan senjata AS ke Taiwan, ungkap Lin Jian, Juru bicara Kementerian Luar Negeri China. Selain itu, Lin juga memperingatkan AS untuk tidak perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan.
"Potensi peningkatan tensi antara AS dengan China membatasi pergerakan harga lebih lanjut," kata Yoga.
Secara teknis, Yoga melihat harga minyak berpotensi menemui posisi resistance terdekat di level US$ 72 per barel. Namun, apabila menemui katalis negatif maka harga berpotensi turun ke support terdekat di level US$ 67 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News