Reporter: Dimas Andi | Editor: Narita Indrastiti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah diperkirakan masih akan mengalami tekanan terhadap dollar AS, bahkan hingga tahun 2019 mendatang.
Ekonom Bank Central Asia, David Sumual menyampaikan, volatilitas rupiah yang bakal berlanjut hingga tahun depan bukan isapan jempol belaka. Salah satu sentimen yang bisa menekan rupiah secara berkelanjutan di masa mendatang adalah efek perang dagang antara AS dan China.
Presiden Donald Trump dinilai bakal habis-habisan mencegah China unggul terhadap AS, terutama di bidang ekonomi. “Bisa saja perang ini berlangsung sampai Pemilu AS tahun 2020 mendatang,” katanya, hari ini (11/10).
Analis Global Kapital Investama, Nizar Hilmi juga meyakini posisi dollar AS masih sulit untuk tergoyahkan. Pasalnya, yield US Treasury sebagai salah satu penopang pergerakan the greenback terus menunjukkan tren kenaikan seiring ekspektasi kenaikan suku bunga acuan AS hingga tahun depan.
Alhasil, investor global lebih tertarik berinvestasi di AS ketimbang di negara-negara emerging market. “Yield US Treasury merupakan yang tertinggi di antara negara maju,” ujar dia.
Kondisi ini jelas membuat rupiah dalam posisi tersudut. Bauran kebijakan pemerintah dan BI untuk mencegah pelemahan rupiah yang lebih dalam terhadap dollar AS maupun mata uang negara lainnya patut dinanti.
Menurut Nizar, posisi resistance rupiah terhadap dollar AS masih sulit diprediksi untuk saat ini. Namun, cepat atau lambat rupiah berpeluang menembus level Rp 15.500 per dollar.
David juga memprediksi rupiah akan tetap berada di kisaran Rp 15.000 per dollar AS sampai akhir tahun nanti di tengah banyaknya sentimen yang menerpa mata uang garuda.
Sebagai catatan, pada perdagangan Kamis (11/10), kurs rupiah di pasar spot ditutup di level Rp 15.235 per dollar AS. Sepanjang tahun ini, rupiah sudah melemah 12,39% (ytd) terhadap dollar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News