kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Tekanan di sektor properti masih besar, hold saham Summarecon Agung


Jumat, 21 September 2018 / 06:05 WIB
Tekanan di sektor properti masih besar, hold saham Summarecon Agung


Reporter: Dimas Andi | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tekanan yang menerpa sektor properti masih cukup kuat di tahun ini. Akibatnya, PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) dinilai cenderung berhati-hati dalam menjalankan aktivitas bisnis.

Analis Indo Premier Sekuritas, Joey Faustian menyebut, penjualan pemasaran atau marketing sales SMRA tumbuh 3% year on year hingga akhir Agustus lalu menjadi Rp 1,90 triliun. Kontribusi terbesar berasal dari penjualan Summarecon Serpong sebesar Rp 890 miliar, kemudian diikuti oleh Summarecon Bekasi sebesar Rp 580 miliar.

Joey menilai, angka pertumbuhan tersebut cenderung flat. Hal ini disebabkan SMRA tidak begitu agresif dalam meluncurkan proyek baru sepanjang tahun ini. Kalaupun ada, jadwal peluncuran proyek baru tersebut terkonsentrasi di semester kedua. Di antaranya adalah proyek perumahan murah Srimaya Residence dekat kawasan Bekasi dan kota mandiri Summarecon Mutiara di Makassar.

Kurang masifnya SMRA dalam berekspansi bisnis disinyalir akibat agenda Pilpres 2019 yang kian dekat. “SMRA masih menunggu kondisi politik Indonesia stabil karena faktor tersebut membuat sebagian konsumen menahan diri untuk membeli properti,” ungkapnya, hari ini (20/9).

Sementara itu, Michael Tjahjadi, Analis NH Korindo Sekuritas berpendapat, tren kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia juga mempengaruhi terbatasnya pertumbuhan penjualan pemasaran SMRA. Sebab, kebijakan tersebut membuat masyarakat berpikir ulang sebelum membeli rumah pertamanya.

Memang, kenaikan suku bunga acuan diimbangi oleh kebijakan pelonggaran Loan to Value (LTV) yang diterapkan per 1 Agustus lalu. Namun, kebijakan ini belum berdampak signifikan pada peningkatan daya beli di sektor properti dalam waktu dekat.

Di sisi lain, Joey mengemukakan, tren kenaikan suku bunga acuan BI hanya akan mempengaruhi permintaan dari kalangan investor yang membeli rumah hanya untuk memenuhi kebutuhan aset investasi properti.

Dengan kata lain, permintaan dari personal buyer atau pembeli yang benar-benar membutuhkan rumah untuk dihuni akan selalu ada. Apalagi, pemerintah juga masih gencar melaksanakan program satu juta rumah untuk memudahkan konsumen memperoleh rumah pertamanya. Alhasil, potensi pertumbuhan penjualan pemasaran SMRA masih cukup terbuka.

Joey merekomendasikan hold untuk saham SMRA dengan target Rp 700 per saham. Dia memperkirakan, pendapatan SMRA akan mencapai Rp 5,84 triliun di akhir tahun nanti, sedangkan laba bersihnya mencapai Rp 403 miliar.

Rekomendasi hold juga diberikan oleh Michael dengan target serupa yakni Rp 700 per saham. Ia turut berpendapat, di luar sentimen dari sektor properti, adanya beberapa obligasi jatuh tempo di semester kedua dengan nilai sekitar Rp 450 miliar patut dicermati oleh SMRA. Apalagi pekan lalu peringkat utang emiten ini diturunkan oleh Pefindo dari idA+ menjadi idA.

Hari ini, saham SMRA ditutup turun 1,60% ke level Rp 615 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×