Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana menggelar program pengampunan pajak atawa tax amnesty jilid II.
Head of Investment Research Infovesta Utama, Wawan Hendrayana mengharapkan tax amnesty dapat memberikan dampak positif ke pasar modal seperti yang terjadi pada jilid I. "Kan ada dana dari luar masuk ke Indonesia, yang dulu positif ke pasar modal jadi ini diharapkan begitu juga," ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (29/12).
Terlebih, tahun depan memang pasar modal diekspektasikan lebih besar dengan adanya pemulihan ekonomi dan ekspektasi pertumbuhan kinerja emiten. Sehingga, ia menilai tax amnesty bisa menambah katalis kenaikan bursa.
Asal tahu saja, pada tahun 2016 pemerintah melaksanakan tax amnesty jilid I. Menurut catatan Kontan.co.id, program pengampunan pajak itu memberikan sentimen positif terhadap bursa saham. Tercermin dari IHSG yang mampu meningkat hingga ke level 5.000 di akhir periode dua. Adapun IHSG berada di sekitar level 4.800 saat periode awal tax amnesty jilid I.
Baca Juga: Penerimaan Pajak Lampaui Target, Terbanyak dari Pajak Penghasilan
Di akhir periode III, IHSG mampu menguat di atas level 5.500. Sentimen positif terus berlanjut, hingga akhir tahun 2017 IHSG mampu menembus level 5.900.
Hanya saja, pemerintah sendiri saat ini hanya menyebutkan dana yang dibawa ke dalam negeri atau repatriasi bisa ditampung dalam surat berharga negara (SBN), investasi langsung di proyek hilirisasi mineral, dan energi baru terbarukan (EBT).
Oleh sebab itu, Infovesta memproyeksikan dampak positif ke IHSG tidak akan terlalu signifikan. "Kalau spesifik dari tax amnesty tidak terlalu signifikan. IHSG naik saya rasa lebih kepada pemulihan ekonomi dan kenaikan pendapatan emiten yang sudah diekspektasikan dari sekarang," katanya.
Di sisi lain, untuk pasar modal sendiri saat ini baru sedikit yang bermain di energi terbarukan. Walau begitu, berdasarkan catatan Kontan.co.id, sejumlah emiten baik dari sektor energi maupun non energi memang mulai merambah segmen bisnis energi baru terbarukan (EBT).
Beberapa diantaranya, PT Pool Advista Indonesia Tbk (POOL) berencana mendirikan anak usaha baru, yakni PT Pool Konstruksi Terbarukan dan PT Pool Energi Terbarukan. Lalu, PT Indika Energy Tbk (INDY), melalui anak perusahaan yang dimiliki sepenuhnya, yakni PT Indika Tenaga Baru, mendirikan perusahaan joint venture (JV) dengan Fourth Partner Energy Singapore Pte. Ltd bernama Empat Mitra Indika Tenaga Surya (EMITS).
Kemudian, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) juga bersiap menggarap dua proyek skala besar Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di lahan eks tambang yang dimiliki.
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menilai saham INDY dan PTBA bisa menjadi pilihan dengan sentimen tax amnesty tersebut. Menurutnya, kedua emiten tersebut masih memberikan potensi valuasi yang menarik di masa mendatang.
"Di sisi lain, seluruh pihak juga mendukung zero carbon sehingga dengan tax amnesty ini bisa menjadi sentimen positif untuk sektor EBT," tambahnya.
Menurutnya, dengan tax amnesty dan jika pemulihan ekonomi terus berlanjut maka pasar saham bisa bergerak lebih tinggi. Oleh karena itu, ia juga berpendapat sentimen tax amnesty juga akan memberikan dampak positif terhadap IHSG tahun depan.
Baca Juga: Ekonom CORE Wanti-Wanti Inflasi Tahun Depan Bisa Melonjak Dua Kali Lipat
"Jika melihat saat IHSG terlunta-lunta akibat awal masuk omicron, salah satu booster positifnya adalah hadirnya sentimen tax amnesty karena ini salah satu ajang dana besar masuk," lanjutnya.
Hanya saja, Wawan mengingatkan juga bahwa memang sektor komoditas dalam satu bulan terakhir menjadi pendorong IHSG. Namun, hal tersebut akibat ekspektasi harga batu bara akan tetap stabil.
Nah, dengan situasi yang masih belum pasti tentunya ada risiko besar. Sebab, jika tiba-tiba berbagai negara melakukan lockdown maka harga batu bara juga bisa turun.
Dengan skenario itu dan juga wadah pilihan investasi yang terbatas maka ia memproyeksikan investor cenderung akan mengarah pada surat utang negara (SUN) lantaran memiliki bunga pasti. "Sedangkan untuk saham itu cenderung jangka panjang seperti 3-5 tahun idealnya, tapi sekali lagi tidak ada kepastian di saham," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News