Reporter: Yasmine Maghfira | Editor: Herlina Kartika Dewi
Industri rokok tahun ini memang sedang mengalami penurunan. Berdasarkan asumsi Mirae Asset Sekuritas, Natasya menyatakan volume penjualan emiten rokok tahun 2019 turun 1%, tetapi dengan kenaikan tarif cukai di tahun depan diproyeksikan penurunan akan mencapai angka 5%-6%.
Terlebih lagi dengan naiknya tarif cukai, maka harga jual rokok juga akan naik. Maka, itu akan berdampak pada permintaan konsumen yang dinilai akan menurun juga.
Apalagi penjual dan pembeli eceran akan lebih berat terkena dampaknya. Sebab, kenaikan tarif baru Cukai Hasil Tembakau (CHT)yang naik 23% menyebabkan Harga Jual Eceran (HJE) minimal naik 35% per batang rokok.
Dengan kondisi saat ini, Natasya merekomendasi untuk menghindari saham GGRM dan HMSP.
Sementara itu, Direktur Avere Investama Teguh Hidayat juga membenarkan bahwa kenaikan tarif cukai menjadi sentimen negatif pada penurunan kedua saham tersebut. Namun, menurut Teguh meski kedua emiten tersebut kinerjanya akan menurun tetapi dibanding emiten rokok lain, GGRM dan HMSP memiliki kinerja fundamental yang paling baik.
Baca Juga: Empat sekuritas memangkas rekomendasi dan target harga HMSP & GGRM, ini daftarnya
Teguh menambahkan justru yang lebih akan tertekan ialah emiten rokok kecil seperti PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM). Pertama, kinerja fundamental WIIM tidak terlalu baik. Kedua, WIIM kalah dalam persaingan karena GGRM dan HMSP menguasai pangsa pasar rokok di Indonesia.
Berdasarkan data Teguh, market share HMSP mencapai 35%, lebih dari 1/3 pasar rokok di Indonesia, sedangkan GGRM sekitar 23%.
"Kenaikan tarif cukai rokok ini lebih menekan perusahaan produsen rokok kecil daripada perusahaan besar. Justru mereka yang akan sulit bertahan karena sulit bersaing dengan produsen besar," tutup Teguh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News