Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masih tingginya ketidakpastian ekonomi domestik maupun global, investor disarankan untuk mengambil profil risiko moderat tahun ini. Selain itu, investor dianjurkan menyusun portofolio yang bisa memberikan hasil optimal di sisa tahun ini.
"Tidak disarankan untuk menjadi agresif saat ini, karena kondisi ekonomi yang masih cukup dinamis," kata Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana kepada Kontan.co.id, Rabu (2/9).
Berkaca dari kondisi akhir Agustus lalu, Wawan mengatakan kondisi pasar keuangan sempat memanas saat muncul katalis negatif ketika Covid-19 berkembang menjadi virus yang lebih buruk lagi. Alhasil, aksi profit taking sempat marak terjadi akhir bulan lalu.
Baca Juga: Investasi saham dianggap jadi pilihan menarik di tengah ancaman resesi, asal...
Ke depan, Wawan menilai potensi koreksi masih cukup terbuka dengan tingginya ketidakpastian saat ini. Apalagi, jika muncul berita yang menyatakan bahwa vaksin tertunda dan ekonomi bergerak lebih buruk dari perkiraan pasar. "Tapi kami percaya, saat vaksin berhasil dikembangkan dan suku bunga kembali turun, maka ekonomi akan kembali berputar dan prospek saham bakal naik," tambah Wawan.
Hingga akhir 2020, Wawan memprediksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan berada di kisaran 5.500. Syaratnya, pertumbuhan pandemi Covid-19 dapat dikontrol dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dapat segera diangkat.
Bahkan, Wawan meyakini bahwa saham jadi instrumen investasi yang paling prospektif ke depan, khususnya untuk pilihan saham defensif. Sepanjang 2020, beberapa saham LQ45 juga mulai menunjukkan pertumbuhan positif seperti saham sektor infrastruktur, telekomunikasi, dan menara.
Baca Juga: Mengukur potensi cuan dari rights issue MEDC
Ada juga sektor barang konsumsi yang mulai menunjukkan pergerakan positif, juga saham tambang seperti emas yang berhasil naik signifikan tahun ini, serta saham nikel yang punya prospek positif seiring perkembangan industri mobil listrik. Namun, sektor saham yang dianggap paling prospektif adalah sektor perbankan, khususnya untuk Buku IV atau yang bank yang memiliki kapitalisasi besar. "Berkaca dari krisis sebelumnya, saat krisis berlalu ekonomi akan bertumbuh, dan peran bank sangat dibutuhkan," jelasnya.
Adapun instrumen investasi yang dianggap paling tahan banting terhadap resesi atau krisis adalah obligasi. Wawan menilai obligasi, khususnya surat berharga negara (SBN) jadi pilihan yang paling aman saat ini, apalagi imbal hasilnya dua kali lipat di atas deposito.
"Untuk SUN tenor 10 tahun, yield-nya sekitar 6,6% atau sudah dua kali lipat dari deposito. Untuk obligasi korporasi sebaiknya lebih berhati-hati dan perhatikan profil perusahaannya," ungkap Wawan.
Baca Juga: Diduga lakukan pencucian uang, begini jawaban CEO Jouska
Wawan menganjurkan investor untuk menerapkan strategi atau profil moderat, dengan 50% asetnya ditempatkan di instrumen obligasi negara, 30% pasar uang atau deposito dan sisanya atau 20% ke saham, mengingat valuasinya yang murah.
Untuk emas, Wawan menilai instrumen investasi tersebut dapat digunakan sebagai hedging. Semakin tingginya kekhawatiran dan ketidakpastian, harganya masih akan meningkat. Namun perlu diingat, emas tidak menghasilkan kupon ataupun dividen, sehingga fungsinya hanya untuk mempertahankan keuntungan.
Baca Juga: Perusahaan global mulai gencar lakukan investasi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News