Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Sandy Baskoro
JAKARTA. Pasar modal masih menjadi wadah favorit bagi emiten untuk menjaring dana. Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), penjaringan dana dari pasar saham di Semester I 2014 mencapai Rp 15,8 triliun. Jumlah itu meliputi penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO), rights issue dan penawaran waran.
Namun, dibandingkan periode yang sama tahun lalu, nilai emisi tahun ini lebih kecil. Di semester pertama 2013, nilai emisi rights issue dan IPO saja sudah mencapai Rp 27,35 triliun. Sedangkan di paruh pertama 2014, nilai dana dari IPO masih mini, yakni hanya Rp 3,95 triliun dari 13 emiten. Otoritas bursa menargetkan bisa menjaring 30 emiten baru hingga akhir tahun ini.
Tampaknya emiten lebih menyukai pendanaan dari rights issue dibandingkan obligasi. BEI mencatat, perolehan dana dari rights issue mencapai Rp 10,74 triliun. Tapi nilai emisi ini lebih rendah 45% dibandingkan paruh pertama tahun lalu yang sebesar Rp 19,39 triliun.
Beberapa emiten yang sudah menggelar rights issue antara lain PT Inti Bangun Sejahtera Tbk (IBST) yang menawarkan 207,64 juta saham di harga Rp 3.175 per saham. Sehingga jumlah dananya mencapai Rp 660,07 miliar. Selain itu, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) menawarkan 12,48% saham dengan meraih dana Rp 1,48 triliun.
Sementara, perolehan dana dari obligasi dan sukuk korporasi tercatat Rp 8,37 triliun. Lalu, total penawaran dari obligasi global mencapai US$ 350 juta. Padahal tahun ini, BEI menargetkan emisi obligasi mencapai Rp 57 triliun.
Belakangan ini, emiten berhati-hati menggelar aksi korporasi. Satrio Utomo, Kepala Riset Universal Broker Indonesia menilai, tahun lalu kondisi pasar modal lebih pasti. Apalagi, data ekonomi makro masih cukup menunjang pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Nah, dalam enam bulan pertama tahun ini, kondisi pasar modal masih diliputi ketidakpastian, terutama menjelang pemilihan umum presiden, pada 9 Juli 2014.
David Sutyanto, analis First Asia Capital memprediksi, pada semester kedua, aksi rights issue akan tetap lebih ramai daripada obligasi. Hal ini lantaran tren suku bunga yang diramal bakal naik di paruh kedua tahun ini.
"Kemungkinan BI rate masih bisa naik, maksimal menjadi 8%," ujar dia. Kenaikan BI rate ini akan membuat ongkos penerbitan obligasi menjadi mahal bagi emiten. Sebaliknya, kondisi pasar modal diprediksi bisa membaik jika pilpres berjalan sesuai harapan pasar.
Memang sudah ada beberapa emiten yang berencana menggelar rights issue di semester kedua. Misalnya, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) yang akan mencari dana segar Rp 8,05 triliun dari penerbitan saham baru. Selain itu, PT Mitra Investindo Tbk (MITI) sudah mendapat restu rights issue sebesar 50% dari modal ditempatkan dan disetor penuh, dengan target dana sekitar Rp 147,57 miliar.
David mengatakan, meski bakal banyak emiten yang menawarkan saham baru, investor harus tetap cermat. "Banyak yang menawarkan harga rights issue di atas harga pasar. Ini menjadi kurang menarik," tutur dia.
Satrio masih yakin, target IPO BEI di tahun ini bisa tercapai. Tapi investor harus pandai memilah saham IPO. Dia menyarankan investor menyimak IPO dari perusahaan perkebunan. Satrio juga berharap bakal ada perusahaan BUMN yang bisa melantai di bursa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News