Reporter: Benedicta Prima | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Republik Indonesia Joko Widodo telah mengumumkan jajaran direksi lembaga pengelola investasi atau sovereign wealth fund (SWF), Selasa (16/2). Lembaga yang bernama Indonesia Investment Authority (INA) telah resmi beroperasi.
Direktur Utama INA Ridha Wirakusumah mengungkapkan, lembaga ini akan mengutamakan untuk menggandeng investor menyuntikkan dananya pada sektor jalan tol di periode awal berjalan. Pasalnya, dia menilai sektor ini memiliki multiplier effect yang besar dan menyedot pembiayaan yang tinggi.
Analis Samuel Sekuritas Selvi Ocktaviani mengatakan, beroperasinya SWF diharapkan mulai dapat mengambil alih aset-aset BUMN Karya yang strategis seperti jalan tol. Investor asing yang memiliki ketertarikan berinvestasi pada aset atau proyek infrastruktur di Indonesia juga mulai dapat masuk.
Salah satu saham yang diuntungkan dengan beroperasinya SWF ini adalah PT Waskita Karya Tbk (WSKT) dengan jumlah kepemilikan tol yang cukup banyak. Sebelumnya, Direktur Utama WSKT Destiawan Soewardjono mengungkapkan, WSKT memiliki 17 ruas tol, dengan enam di antaranya berpotensi untuk mendapatkan pendanaan SWF.
Baca Juga: Pesan Sri Mulyani kepada direksi Indonesia Investment Authority (INA) yang baru
Enam ruas ini yaitu Cibitung-Tanjung Priok sepanjang 25,4 km, Depok-Antasari sepanjang 27 km, Kanci-Pejagan sepanjang 35 km, Pejagan-Pemalang sepanjang 57,5 km, Pemalang-Batang sepanjang 39,2 km dan Pasuruan-Probolinggo sepanjang 44 km. "Dengan demikian WSKT dapat recycle aset-asetnya serta menurunkan leverage dan mendapatkan keuntungan dari divestasi aset tersebut," kata Selvi, Selasa (16/2).
Dampak dari recycle aset ini bisa dirasakan dalam waktu dekat, tergantung pada kesepakatan jual-beli. Namun, negosiasi untuk jual beli aset seharga jalan tol biasanya tidak bisa dalam waktu cepat karena banyak yang dipertimbangkan oleh kedua belah pihak.
Sementara itu proyek infrastruktur yang strategis dapat dibiayai oleh SWF sehingga emiten karya tidak perlu meningkatkan leverage untuk investasi dengan kepemilikan mayoritas. "Lelang proyek bergulir kembali, perolehan kontrak baru emiten karya dapat meningkat," imbuh Selvi.
Adapun per September 2020, WSKT memiliki risiko yang tinggi dengan posisi debt to equity ratio (DER) 2,9 kali. Hal ini membuat WSKT terbeban dengan biaya bunga yang tinggi. Pada kinerja sepanjang sembilan bulan tahun lalu, beban bunga WSKT senilai Rp 3 triliun, mencapai 25,6% dari total pendapatan.
Baca Juga: Formasi SWF-INA diumumkan, saham BUMN Karya dan emiten konstruksi swasta menghijau
Sedangkan kondisi fundamental BUMN Karya lainnya, PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) dan PT PP Tbk (PTPP) memiliki rasio neraca yang lebih kuat dengan posisi DER keduanya di kisaran 1,4 kali dan net gearing kurang dari satu kali. "Kami masih overweight dengan sektor konstruksi tahun ini didukung dengan keberadaan SWF serta pemerintah masih fokus memprioritaskan pembangunan infrastruktur," kata Selvi.
Selvi merekomendasikan beli saham WIKA dengan target harga Rp 2.400, WSKT Rp 2.200 per saham, ADHI Rp 1.800 per saham, dan PTPP Rp 1.900 per saham. Untuk PTPP, Selvi masih mengkaji ulang karena belum memperhitungkan kontrak baru 2020.
Baca Juga: Diumumkan Presiden Jokowi hari ini, berikut CEO & direksi Lembaga Pengelola Investasi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News