Reporter: Umi Kulsum | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Dengan menerapkan strategi front loading, pemerintah sejak awal tahun gesit menerbitkan surat utang negara (SUN). Mengacu data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan per 30 Maret 2017, realisasi penerbitan SUN telah mencapai Rp 265,77 triliun.
Jumlah tersebut setara dengan 38,71% dari target penerbitan SUN sepanjang tahun ini yang mencapai Rp 686,56 triliun. Dari total nilai penerbitan di kuartal I, penerbitan surat berharga syariah negara (sukuk negara) mencapai Rp 96,45 triliun atau 48,9% dari target penerbitan tahun ini Rp 197,25 triliun. Sementara penerbitan obligasi negara konvensional senilai Rp 169,33 triliun atau 34,61% dari target Rp 489,31 triliun.
Desmon Silitonga, Fund Manager Capital Asset Management, menyebut , pemerintah gencar menerbitkan SBN di awal tahun karena membutuhkan pembiayaan yang cukup besar. Menurut dia, strategi tersebut sengaja dilakukan pemerintah untuk mensinkronkan antara pendapatan penerimaan pajak dengan belanja negara.
Apalagi, tahun ini, Desmon melihat, penerimaan pajak hanya tumbuh sekitar 5%, sedangkan belanja negara melebihi itu. "Pemerintah juga memanfaatkan kondisi pasar yang stabil dan cukup bagus di awal tahun. Mei atau Agustus nanti, pasar diprediksi tertekan," jelas Desmon.
Anil Kumar, Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management Indonesia, mengatakan, realisasi penerbitan obligasi pemerintah sudah melampaui target kuartal satu, yang dipatok 28,12% dari target setahun.
Pasokan surat utang pemerintah yang melimpah di awal tahun berdampak terhadap harga obligasi negara. Tapi Desmon menyatakan, hal tersebut terbantu oleh tingginya permintaan investor.
Ada tiga faktor penyebabnya. Pertama, minat investor terhadap SUN semakin membesar. Selain investor domestik, investor asing semakin gemar mengoleksi SUN. Lihat saja, menurut catatan DJPPR. kepemilikan asing di SBN secara year to date hingga 31 Maret melonjak 8,62% menjadi Rp 723,22 triliun.
Kedua, kondisi politik dalam negeri terbilang kondusif. Dari eksternal, kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang belum jelas menjadi pemicu asing berbondong-bondong melirik surat utang Indonesia.
Ketiga, harga batubara terus menanjak di kisaran harga US$ 80 per ton, sementara harga minyak di US$ 50 per barel. Kenaikan harga komoditas membawa angin segar bagi para investor untuk melirik SUN Indonesia. "Asing melihat Indonesia sebagai negara yang kredibel dengan banyaknya faktor pendongkrak tersebut," kata Anil.
Lampaui target
Dengan melihat realiasi penerbitan surat utang pemerintah di kuartal pertama, target penerbitan hingga semester I-2017 sebesar 59%-60% dari total target setahun akan lebih mudah dicapai. "Pemerintah bisa dengan mudah mencapai target awal karena tingginya minat investor terhadap SUN," kata Desmon.
Sementara, Anil memprediksi, hingga akhir semester I-2017, penerbitan SUN bisa mencapai 70% dari target tahun ini. Ia memperkirakan, pemerintah akan memanfaatkan momentum saat imbal hasil SUN sedang turun.
"Jika kebutuhan pendanaan masih kurang akibat lemahnya penerimaan pajak, bisa jadi pemerintah tetap menerapkan sistem front loading sampai akhir semester ini," jelas Anil. Ia memprediksi, yield SUN FR0059 tenor sepuluh tahun akan berada di kisaran 7,25%-7,5%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News