Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Harga surat utang negara (SUN) rupiah sepanjang semester I diperkirakan masih sulit terangkat. Analis memperkirakan banyaknya suplai oleh pemerintah akan menahan pergerakan harga SUN di pasar sekunder.
I Made Adi Saputra, analis NC Securities mengatakan strategi front loading atau menggenjot pembiayaan di awal tahun yang diterapkan di awal tahun mengakibatkan suplai SUN melimpah. Akibatnya, harga obligasi pemerintah di pasar sekunder menjadi kurang menarik.
"Sehingga potensi kenaikan harga masih terbatas," kata Made, Jakarta, Selasa (7/1).
Tahun ini pemerintah menargetkan penerbitan surat berharga negara (SBN) gross sebesar Rp 357,96 triliun. Dari total tersebut, sekitar 17% akan diterbitkan dalam valuta asing, dan sisanya dalam denominasi rupiah.
Untuk denominasi rupiah di antaranya akan diterbitkan melalui lelang reguler SUN sebanyak 23 kali, lelang surat berharga syariah negara (SBSN) atau sukuk reguler sebanyak 20 kali, serta private placement surat dana haji Indonesia (SDHI).
Data Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) pada perdagangan Selasa (7/1), menunjukkan harga SUN seri acuan atau benchmark bergerak bervariasi. Harga instrumen bertenor pendek seri FR0069 bertenor lima tahun misalnya, turun menjadi 97.034 dibandingkan perdagangan Senin (6/1) sebelumnya yang mencapai 97.409.
Adapun harga seri FR0070 bertenor 10 tahun naik tipis dari 95.000 menjadi 95.068. Seri FR0071 bertenor 15 tahun mengalami kenaikan harga dari 96.055 menjadi 96.397. Serta harga seri FR0068 bertenor 20 tahun turun dari 90.077 menjadi 89.915.
Fakhrul Aufa, analis IBPA memprediksi sepanjang semester I pergerakan yield bakal stabil. Kondisi tersebut akan terpenuhi apabila dampak tapering tidak terlalu dalam mengoreksi pasar. Selain itu, ajang lima tahunan pemilihan umum (pemilu) juga bisa berlangsung aman dan lancar. "Namun demikian, volatilitas pasar di semester I masih akan tinggi," kata Fakhrul
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News