Reporter: Dina Farisah | Editor: Wahyu T.Rahmawati
JAKARTA. Transaksi Surat Utang Negara (SUN) sepanjang tahun ini menurun jika dibandingkan tahun lalu. Tahun depan, transaksi obligasi diproyeksi lebih semarak pada kuartal III.
Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI) per akhir November 2013, total transaksi obligasi pemerintah turun 12,2% dibanding tahun lalu menjadi Rp 1.752,29 triliun. Transaksi obligasi korporasi naik 4,48% menjadi Rp 167,3 triliun.
Analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA), Fakhrul Aufa menjelaskan, penurunan transaksi obligasi pemerintah disebabkan oleh terkereknya inflasi dan suku bunga acuan BI rate. Secara rata-rata, volume transaksi harian obligasi pemerintah sepanjang tahun ini sebesar Rp 6 triliun. Namun, pascapengumuman kenaikan BI rate, volume transaksi tergerus hingga Rp 5,38 triliun per hari.
Investor lebih banyak mengambil aksi jual pada obligasi pemerintah untuk mengantisipasi tingkat inflasi yang tahun ini diperkirakan di atas 8,5%. "Ada pula investor yang switching dari obligasi pemerintah ke obligasi korporasi. Sebab, yield SUN dengan tenor 10 tahun hanya di kisaran 8%, atau lebih rendah dari estimasi inflasi tahun ini," papar Fakhrul kepada KONTAN.
Fakhrul bilang, investor mencari instrumen investasi yang dapat memberikan imbal hasil lebih tinggi dari inflasi. Oleh karena itu, pilihan jatuh pada obligasi korporasi. Bahkan ada obligasi korporasi yang menawarkan kupon di atas 10%.
Per 19 Desember 2013, return obligasi pemerintah Indonesia minus 12,81% secara year to date (ytd). Pada periode yang sama, return sukuk juga minus 0,45%. Hanya obligasi korporasi yang mencatatkan return positif 1,64%.
Fakhrul menduga, volume transaksi harian obligasi pemerintah tahun depan akan stabil di kisaran Rp 5,5 triliun sampai Rp 6 triliun. Sementara volume transaksi harian obligasi korporasi diperkirakan antara Rp 700 miliar hingga Rp 800 miliar.
Menurut Fakhrul, transaksi surat utang baru akan ramai pada kuartal III-2014. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi global dan domestik. Dari eksternal, investor masih menunggu pertumbuhan ekonomi global dan arus dana asing.
Investor juga mengamati faktor domestik berupa pelemahan nilai tukar rupiah dan antisipasi jelang pemilu. "Saat pemilu tahun 2009, investor baru masuk pada bulan Oktober. Investor asing juga ingin memastikan dulu di level berapa rupiah akan stabil," ungkap Fakhrul.
Dilihat dari kepemilikan, investor asing lebih banyak mengoleksi obligasi pemerintah. Berdasarkan catatan IBPA, porsi investor asing di obligasi pemerintah sebanyak 33%. Dari angka tersebut, 44% investor asing menggenggam obligasi pemerintah bertenor panjang lebih dari 10 tahun.Kepemilikan asing pada obligasi korporasi hanya 7%.
Direktur Pemeringkatan PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), Vonny Widjaja memperkirakan, banyak perusahaan yang akan merilis obligasi pada awal tahun depan untuk mengurangi risiko pemilu. Namun, adapula emiten yang akan merilis surat utang pascapemilu. Kejelasan hasil pemilu membuat risiko menjadi lebih terukur. "Masih wait and see kapan momen terbaik untuk mendapat hasil optimal," ujar Vonny.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News