Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Potensi suku bunga rendah dapat mendukung kinerja emiten sektor teknologi. Inisiatif penerapan teknologi Artificial Intelegence (AI) turut menjadi katalis positif bagi saham sektor teknologi.
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Indonesia Nafan Aji Gusta mengatakan, tren suku bunga rendah ke depan, semestinya akan menguntungkan sektor teknologi. Sebab, lingkungan suku bunga rendah dapat mendongkrak ekonomi yang bisa meningkatkan konsumsi domestik.
Selain itu, laporan kinerja emiten sektor teknologi secara perlahan telah menunjukkan pemulihan, walau masih dalam tren negatif. Misalnya, rugi bersih PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) terpangkas 29% secara tahunan (YoY) menjadi Rp 1,69 triliun pada kuartal III-2024.
Selama periode Januari – September 2024, rugi bersih GOTO menyusut sekitar 53% YoY menjadi Rp 4,54 triliun.
‘’Ditambah lagi, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa relatif stabil 5% yang akan mendorong konsumsi domestik dan ini akan menopang sektor e-commerce,’’ ungkap Nafan saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (31/1).
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham Emiten EBT di Tengah Sentimen Eksternal dan Domestik
Nafan melihat, sektor teknologi di Indonesia utamanya memang didukung oleh pemain e-commerce atau lokapasar. Pemain di industri ini meliputi Tokopedia-Tiktok melalui GOTO, Shopee, Blibli (BELI), serta Lazada.
Sementara itu, PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) baru – baru ini menutup layanan marketplace mereka mulai, Selasa (7/1/2025). Pengguna Bukalapak diberikan waktu untuk menyelesaikan transaksi hingga Kamis, 9 Februari 2025.
Dalam keterangan tertulis di blog resminya, BUKA menghentikan operasional penjualan produk fisik seperti barang elektronik, gadget, busana, dan sebagainya. Ini merupakan upaya transformasi untuk fokus pada produk virtual seperti pulsa prabayar, token listrik, dan sebagainya.
Analis BRI Danareksa Sekuritas Niko Margaronis berharap, Gross Merchandise Value (GMV) perusahaan e-commerce akan tumbuh lebih tinggi ke depannya. Proyeksi ini akan didukung tiga faktor yaitu media sosial, kredit konsumen dan produktivitas yang dipimpin AI telah mendemokratisasi layanan e-commerce.
Pertumbuhan GMV e-commerce diperiraka mengikuti GMV ekonomi internet yang diproyeksi akan tumbuh pada CAGR 14% selama 2024 – 2030, berdasarkan laporan Google. Penetrasi e-commerce yang rendah, demokratisasi layanan daring melalui media sosial, penerapan AI, dan fintech akan menjadi pendorong pertumbuhan utama.
Menurut Niko, TikTok dan Shopee akan memimpin dalam perdagangan belanja online, dengan TikTok mengungguli Shopee dalam unduhan aplikasi dan penetrasi penggunaan. Sementara itu, Lazada dan Blibli akan bertujuan untuk meningkatkan pemenuhan dan campuran Total Processing Value (TPV).
Pada pilar lain, inisiatif AI dapat mengangkat bisnis On Demand Service (ODS) dan layanan fintech emiten teknologi. Penerapan AI dapat meningkatkan produktivitas dan membuka akses lebih luas ke ekosistem bisnis lainnya.
Baca Juga: Simak Prospek Kinerja Emiten Properti Kawasan Industri di Tahun Ini
Sebagai contoh, ekonomi digital diproyeksi meningkat karena konsumsi media sosial dan video dan live streaming kian masif, akan semakin mendorong demokratisasi e-commerce. Layanan ODS selanjutnya harus memanfaatkan tren positif tersebut.
Keterkaitan ini terbukti dengan Tiktok Shop-Tokopedia yang mempromosikan layanan Gojek di platform mereka. Selain itu, meningkatnya adopsi Paylater akan mendukung ekspansi ini.
Niko menambahkan, layanan Fintech seperti Paylater dan pinjaman digital akan mendorong pertumbuhan e-commerce dengan memungkinkan pembayaran yang fleksibel. Penilaian kredit berbasis AI dan opsi pembiayaan yang di personalisasi menjadikan belanja online inklusif, sehingga memberdayakan konsumen di seluruh negeri.
‘’Sektor teknologi meningkatkan fundamental dengan Fintech dan AI. Ruang internet tetap menarik dengan e-commerce sebagai pendorong utama pertumbuhan GTV, didukung oleh katalis media sosial & AI yang juga akan mengangkat pilar lain yakni ODS dan fintech. Sektor ini siap untuk pertumbuhan GTV dua digit,’’ ungkap Niko dalam riset 17 Januari 2025.
Analis Samuel Sekuritas Farras Farhan menyebutkan, pergeseran perilaku konsumen dari berorientasi pada insentif (incentive oriented) menjadi berorientasi pada fungsi akan membantu meningkatkan profitabilitas perusahaan teknologi.
Asumsi tersebut dapat membawa take rate atau tingkat penerimaan emiten teknologi menjadi lebih tinggi pada tahun 2025, dan mempertahankan margin kontribusi atau Contribution Margin (CM).
Farras menilai, upaya ekspansi perusahaan di masa mendatang dan tingkat pembakaran uang tunai (cash burn) yang lebih rendah akan meningkatkan profitabilitas emiten sektor ini. Terlebih lagi, potensi suku bunga yang lebih rendah di masa mendatang dapat mendukung kinerja harga saham teknologi.
Namun, pendapatan emiten sektor teknologi mungkin tetap negatif selama dua tahun ke depan. Proyeksi itu karena mempertimbangkan daya beli yang lebih lemah akan menghalangi pelaku teknologi dalam pemotongan insentif pelanggan dan biaya Sales & Marketing (S&M) secara signifikan.
Insentif pelanggan berupa diskon dan biaya S&M akan meredam pertumbuhan Gross Transaction Value (GTV) dan Total Processing Value (TPV). Daya beli yang lemah membuat insentif masih perlu ditebar di tengah nilai tukar dolar AS (USD) yang juga begitu kuat.
‘’Bencana yang menimpa eFisheries juga dapat memperburuk sentimen terhadap sektor tersebut (teknologi) yang mengakibatkan kinerja pasar terus menurun,’’ ucap Farras dalam riset 23 Januari 2025.
Selanjutnya: BRI UMKM Export 2025 Realisasikan Kesepakatan Bisnis Senilai US$ 90,6 Juta
Menarik Dibaca: Cara Tercepat Turunkan Gula Darah Tinggi Ketika Darurat di Rumah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News