Reporter: Aulia Ivanka Rahmana | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mengerek naik suku bunga acuan sebanyak 25 basis points (bps) menjadi 6,00% pada Rapat Dewan Gubernur BI pada Kamis (19/10) lalu.
Kenaikan ini dilakukan bank sentral untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah dari dampak tingginya ketidakpastian global serta sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi dampakya terhadap inflasi barang impor.
Tentunya dari kebijakan ini memberikan berbagai dampak, salah satunya dampak negatif terhadap beberapa sektor. Direktur Utama Kiwoom Sekuritas Indonesia Chang-kun Shin mencermati, sektor properti & real estate serta sektor keuangan menjadi sektor yang dirugikan atas keputusan kebijakan ini.
"Sentimen yang mempengaruhi sektor-sektor ini adalah kekhawatiran akan laba yang lebih rendah karena biaya pinjaman yang lebih tinggi dan permintaan yang berkurang karena konsumen dan bisnis cenderung mengurangi pengeluaran," kata Shin kepada Kontan.co.id, Jumat (20/10).
Baca Juga: Cermati Saham Rekomendasi Analis Pasca BI Kerek Suku Bunga Acuan
Namun, dalam jangka panjang, sektor-sektor tersebut diproyeksikan masih memiliki prospek yang menarik. Shin mengatakan, prospek jangka panjang pada sektor properti & real estate akan positif jika ekonomi terus tumbuh. Sedangkan di sektor keuangan, diprediksi masih bisa mendapatkan momentum jika suku bunga stabil.
"Prospek kinerja saham di perusahaan properti mungkin turun dalam jangka pendek, tetapi jika mereka memiliki proyek-proyek yang menjanjikan, prospek jangka panjang bisa positif," jelasnya.
Sedangkan untuk kinerja saham emiten keuangan sangat bergantung pada kebijakan suku bunga bank sentral dan performa ekonomi.
Selain sektor di atas, terdapat sektor lain yang juga dirugikan dari kebijakan BI. Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas Martha Christinas mengatakan, sektor otomotif juga turut terdampak, karena penjualan otomotif masih banyak yang menggunakan skema kredit.
Namun, kebijakan BI bukan jadi satu-satunya katalis melemahnya sektor otomotif. Martha menyampaikan, sektor otomotif biasanya memang mengalami penurunan di kuartal III dibandingkan di kuartal II.
"Sektor yang terkena imbas salah satunya sektor otomotif, karena sektor otomotif biasanya turun di kuartal III, karena high base di kuartal II," kata Martha kepada Kontan.co.id, Jumat (20/10).
Martha juga sepakat, bahwa sektor properti dan perbankan mengalami imbas naiknya suku bunga.
"Prospeknya untuk jangka pendek akan tertekan, namun tengah menunggu rilis kinerja kuartal III-2023. Kalau hasilnya bagus, penurunan ini sifatnya sementara saja," tuturnya.
Baca Juga: Laba Bank BCA (BBCA) Naik 25,8% pada Kuartal III, Bagaimana Rekomendasi Sahamnya?
Adapun langkah yang emiten harus lakukan menurut Martha yaitu efisiensi, sehingga profitabilitas bisa tetap terjaga. Untuk strategi investasi, dia menyarankan untuk menunggu harga koreksi.
Martha merekomendasikan untuk buy on weakness pada saham-saham sektor properti, perbankan, dan otomotif. Lalu, saham-saham yang layak dikoleksi menurut Martha adalah PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Astra International Tbk (ASII).
Sementara Shin merekomendasikan saham-saham banking bluechip yang layak dikoleksi atau akumulasi beli ataupun buy on weakness jika masih koreksi. Di antaranya saham BBCA, BMRI dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News