Reporter: Irene Sugiharti | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasca Bank Indonesia (BI) merilis data neraca berjalan Jumat (9/8), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih bergerak di garis hijau dan ditutup ke level 6.282,132 alias naik 0,12% dari perdagangan hari sebelumnya.
Dari data yang dirilis BI ini, diketahui defisit neraca transaksi berjalan melebar ke angka US$ 8,4 miliar alias 3% dari PDB. Pada tahun 2018 di periode yang sama tercatat defisit neraca berjalan berada di angka US$ 7 miliar 2,6% dari PDB.
Baca Juga: IHSG ditutup menguat 0,12% ke level 6.282,13 pada perdagangan, Jumat (9/8)
Sementara itu, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) di kuartal II juga tercatat mengalami defisit senilai US$ 2 miliar. Kendati NPI kuartal kedua tercatat defisit, kinerja NPI di semster I tercatat masih surplus senilai US$ 0,4 miliar.
Analis Panin Sekuritas, William Hartanto menuturkan keluarnya data neraca berjalan hari ini tidak terlalu mempengaruhi keadaan pasar. Pasalnya pasar sudah terlebih dahulu terkoreksi sebelum data neraca berjalan rilis.
“Menurut saya pasar sudah terdiskon duluan, jadi saat ini data tersebut tidak membuat pasar semakin parah.” ungkap William yang dihubungi via jaringan seluler.
Baca Juga: Begini strategi Kino Indonesia (KINO) mempertahankan pertumbuhan pendapatan
Sedikit berbeda dengan William, Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwe masih melihat bahwa keluarnya data neraca berjalan masih menjadi sentimen yang kurang positif bagi perdagangan saham jangka pendek dan menengah.
Meskipun demikian Hans lebih menitik beratkan pasar untuk mengkhawatirkan keadaan neraca transaksi modal dan finansial Indonesia yang rentan terpengaruh sentimen perang dagang.
Dalam data neraca berjalan yang dirilis BI terpapar bahwa kinerja NPI semester I yang surplus didukung oleh baiknya kinerja neraca transaksi modal dan finansial (TMF) yang tercatat surplus.
Baca Juga: Saham Indonesia tak terpengaruh review MSCI, ini kata analis
TMF tercatat surplus sebesar US$ 7,1 miliar (2,5% PDB) pada kuartal II 2019 naik jauh ketimbang periode yang sama tahun 2018 yang hanya bernilai US$ 5,1 miliar.
Jika ke depan keadaan perang dagang kembali memburuk, Hans mengkhawatirkan akan membuat tren positif TMF hilang dan menyebabkan Current Asset Defisit Indonesia semakin melebar.
Baik William dan Hans Kwee sama-sama melihat bahwa sentimen data neraca berjalan sama-sama tidak akan menjadi sentimen yang mempengaruhi pergerakan IHSG di kuartal III maupun IV. Perang dagang masih akan menjadi sentimen utama yang mempengaruhi keadaan pasar.
William melihat sentimen lain selain perang dagang yang akan mempengaruhi pasar ialah sentimen rencana pemindahan ibukota.
Baca Juga: IHSG masih menguat 0,46% satu jam menjelang akhir sesi I
Menurut William, sentimen rencana pemindahan ibukota merupakan sentimen positif bagi IHSG karena membuka peluang bagi emiten properti untuk membangun rumah-rumah baru.
Sementara Hans Kwee melihat sentimen kemungkinan The Fed dan BI kembali menurunkan suku bunga juga akan mewarnai pasar.
Hingga akhir tahun William memproyeksikan IHSG mampu berada di level 6.800-7.000. Menurut William IHSG akan kembali membaik di bulan-bulan ke depan begitu pula dengan perang dagang yang akan melunak karena tahun depan memasuki akhir periode pertama Trump.
William melihat bulan Mei–Agustus memang bukan merupakan bulan–bulan yang baik bagi pergerakan IHSG. Namun, meskipun demikian investor tetap tidak boleh melewatkan peluang yang ada. “Tapi merupakan peluang beli yang tidak boleh dilewatkan.” Tekan William.
Baca Juga: IHSG kembali menyentuh 6.300 menjelang akhir pekan
Tidak berbeda jauh dengan William, Hans Kwee memproyeksikan IHSG akan berada di level 6.700-6.750 hingga akhir tahun. Proyeksi ini didukung alasan potensi pasar yang akan lebih membaik pada Kuartal IV perdagangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News