kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Strategi ANTM tambal kinerja akibat larangan ekspor bijih nikel


Kamis, 22 Agustus 2019 / 07:10 WIB
Strategi ANTM tambal kinerja akibat larangan ekspor bijih nikel


Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) telah menyiapkan strategi jika ekspor bijih nikel (ore) benar-benar tidak diperbolehkan oleh pemerintah pada Oktober 2019. Emiten yang kerap disebut Antam ini akan menggenjot produksi emas. 

Direktur Utama Aneka Tambang Arie Prabowo Ariotedjo menjelaskan, masih ada ruang untuk menaikkan produksi hingga 36 ton sampai akhir tahun ini. Awalnya Antam hanya memasang target memproduksi emas 32 ton. Hingga semester I tahun ini, Antam telah memproduksi emas sebanyak 15,74 ton, naik 14,39% secara year on year sebanyak 13,76 ton. 

ANTM mengakui memanfaatkan tren harga emas terus naik sepanjang tahun ini. Arie menyebut, harga emas dunia bertahan di US$ 1.300-US$ 1.400 per troi ons. Rabu (21/8), harga emas di Comex untuk pengiriman Desember 2019 pada US$ 1.512 per ons troi. 

Baca Juga: Harga nikel terkerek berkat sentimen permintaan mobil listrik

Selama ini, pasokan emas Antam hanya dari tambang Pongkor, Jawa Barat dan Cibaliung, Banten yang cadangannya mulai menipis. "Tambang di Pongkor izin kami tinggal dua tahun lagi. Tapi kami telah eksplorasi dan menemukan cadangan baru bisa sampai 20 tahun. Rencananya kami menambah izin hingga 10 tahun," tutur Arie. 

Karena itu, perusahaan ini akan menggenjot tambang lain. ANTM juga memiliki tambang emas lain di Gosowong hasil kerjasama dengan PT Nusa Halmahera Minerals. Di Gosowong, ANTM memiliki 25% saham. 

Selain itu, ANTM juga tengah eksplorasi di Oksibil Pegunungan Bintang Papua. Aneka Tambang juga eksplorasi tambang emas di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat kerjasama dengan Vale Brasil. Usahanya ini diharapkan bisa menutupi potensi kehilangan pemasukan Rp 2 triliun jika ada larangan ore nikel. 

Baca Juga: Turun tipis, harga emas masih berpeluang menguat

Gandeng China

Menurut Arie, larangan ore nikel tak berdampak serius bagi ANTM sebab penjualan dalam ore nikel hanya menyumbang 7% dari total pendapatan. Hingga semester I tahun ini, penjualan unaudited ANTM tumbuh 22% menjadi Rp 14,43 triliun.

Dimana kontribusi terbesar dari emas, perak dan jasa pemurnian logam mulia sebesar 67% setara Rp 9,72 triliun. Sedangkan feronikel dan nikel berkontribusi 29% setara Rp 4,07 triliun. 

Karena itu ke depan, ANTM akan mengembangkan smelter nikel. Perusahaan ini bahkan telah meneken kerjasama dengan dua perusahaan asal China. Pertama, kerjasama dengan Shandong Xinhai untuk menggarap nikel di Pulau Gag, Papua. 

Baca Juga: Harga emas Antam kembali naik ke Rp 756.000

Arie menyebut, hasil dari smelter nantinya adalah 40.000 ton feronikel dan 500.000 ton stainless steel pada tahap awal. "Nantinya lokasi smelter ada di Sorong atau Halmahera," terang dia, Rabu (21/8). Di sini, ANTM akan memiliki mayoritas saham atau lebih dari 51%. Nilai investasi US$ 1,2 miliar. 

Kedua, ANTM menjalin kerjasama dengan Huayou Cobalt Co Ltd untuk memproduksi bahan baku baterai mobil listrik dan motor. Nilai investasi proyek ini US$ 6 miliar. Arie menyebut proyek ini, Inalum sebagai induk akan ikut mendanai. "Dananya bisa dari obligasi, pinjaman bank dan shareholder," terang dia. 

Ekspansi ini tak akan menggunakan belanja modal tahun ini. Tahun ini, perusahaan fokus menggarap Chemical Grade Alumina (CGA) yang akan ground breaking awal September 2019.

Baca Juga: Duh, Larangan Ekspor Nikel Masih Menekan Harga Saham ANTM dan INCO

Nilai investasi proyek di Menpawah, Kalimantan Barat ini US$ 900 juta. Hingga semester I-2019, perusahaan ini telah menggunakan belanja modal Rp 685,14 miliar dari total belanja modal Rp 3,39 triliun. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×