Reporter: Nadya Zahira | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mentah dunia naik tipis, setelah laporan dari Badan Informasi Energi Amerika Serikat (EIA) mengungkapkan penurunan stok minyak mentah AS yang lebih besar dari perkiraan.
Berdasarkan data dari Trading Economics, harga minyak mentah WTI naik 0,68% ke level US$ 83,41 per barel pada Kamis (18/7) pukul 12.40 WIB. Sedangkan harga minyak Brent juga menguat 0,47% ke level US$ 85,48 per barel.
Analis dari Dupoin Indonesia, Andrew Fischer menilai, peningkatan harga minyak ini disebabkan beberapa faktor utama. Salah satunya, penurunan signifikan dalam stok minyak mentah AS sebesar 4,9 juta barel selama seminggu terakhir. Penurunan tersebut jauh lebih besar daripada perkiraan awal yang hanya sebesar 30.000 barel berdasarkan jajak pendapat Reuters.
“Kemudian juga lebih tinggi dari laporan American Petroleum Institute yang menunjukkan penurunan sebesar 4,4 juta barel,” kata Fischer dalam riset hariannya, Kamis (18/7).
Baca Juga: Harga Minyak Makin Panas Karena Penarikan Stok AS dan Pelemahan Dolar AS
Menurutnya, penurunan stok minyak yang lebih besar dari perkiraan ini menunjukkan adanya permintaan yang kuat, yang pada akhirnya mendorong harga naik. Andrew Fischer mencatat bahwa data ini mencerminkan keseimbangan pasokan dan permintaan yang lebih ketat, sehingga memberikan dukungan bagi harga minyak untuk tetap berada pada tren kenaikan.
Selain faktor pasokan, Fischer juga menyoroti sentimen pasar yang didorong prospek penurunan suku bunga yang akan datang di Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Suku bunga yang lebih rendah biasanya menstimulasi daya beli dan akibatnya meningkatkan permintaan minyak.
“Dengan adanya ekspektasi penurunan suku bunga, pelaku pasar cenderung lebih optimis terhadap prospek permintaan minyak di masa depan,” imbuhnya.
Fischer memprediksi harga minyak ke depannya akan terus menunjukkan kenaikan meski tidak signifikan dalam jangka pendek. Tren kenaikan ini diperkirakan akan berlangsung cukup panjang, terutama jika kondisi pasokan dan permintaan tetap seimbang.
Ia menyebut pentingnya memantau perkembangan lebih lanjut terkait kebijakan moneter di AS dan Eropa, serta data persediaan minyak mentah mingguan yang dirilis EIA.
Namun, Fischer juga mengingatkan, meski tren kenaikan ini berpotensi berlanjut, volatilitas pasar tetap harus diperhatikan. Faktor-faktor geopolitik, seperti ketegangan di Timur Tengah atau kebijakan produksi dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), dapat dengan cepat mempengaruhi harga minyak.
“Oleh karena itu, pelaku pasar perlu terus memantau berita dan analisis terkini untuk mengambil keputusan yang tepat,” kata dia.
Sementara dalam jangka panjang, Fischer melihat prospek harga minyak akan lebih stabil dengan kecenderungan naik, asalkan tidak ada gangguan signifikan pada pasokan global. Ia menambahkan perkembangan teknologi dan upaya untuk meningkatkan efisiensi energi juga memainkan peran penting dalam menentukan dinamika pasar minyak di masa depan.
Secara keseluruhan, Fischer mencermati, meskipun saat ini harga minyak mengalami kenaikan yang tipis, prospek untuk tren kenaikan jangka panjang tetap ada. Faktor-faktor seperti penurunan stok minyak mentah AS yang lebih besar dari perkiraan dan sentimen positif terkait kebijakan suku bunga memberikan dukungan bagi harga minyak untuk terus naik.
Baca Juga: Turun 4 Hari Berturut-turut, Harga Minyak Diprediksi Kembali Menguat
Fischer pun memprediksi, harga minyak mentah WTI akan berada di sekitar US$ 83 per barel-US$ 85 per barel pada kuartal ketiga ini. Sedangkan di akhir tahun 2024, dia memperkirakan harga minyak bisa mencapai US$ 90 per barel.
Sedangkan untuk harga minyak Brent diprediksi harganya akan mencapai US$ 85 per barel-US$ 90 per barel pada kuartal ketiga 2024. Kemudian, pada akhir tahun, harganya diperkirakan akan berada di level US$ 90 per barel-US$ 95 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News