Reporter: Agus Triyono | Editor: Wahyu T.Rahmawati
JAKARTA. Harga minyak dalam tekanan. Spekulasi pasar bahwa data cadangan minyak di Amerika Serikat (AS) akan kembali naik, telah menekan pergerakan komoditas ini.
Di Bursa Nymex, Senin (21/10) pukul 16.00 WIB, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) melemah 0,61% menjadi US$ 100,19 per barel.
Berdasarkan survei Bloomberg News, para analis memperkirakan bahwa sampai dengan pekan yang berakhir 11 Oktober, tingkat persediaan minyak di AS naik 3 juta barel jika dibandingkan dengan sepekan sebelumnya. Ariston Tjendra, analis Monex Investindo Futures mengatakan, proyeksi kenaikan tingkat persediaan minyak di AS tersebut telah memberatkan langkah harga minyak sehingga sulit menguat. Apalagi, selama tiga minggu belakangan, data stok minyak AS selalu dirilis naik.
Tekanan harga minyak juga datang dari meredanya ketegangan politik di kawasan Timur Tengah. Selain itu hubungan antara Iran dan AS yang mulai melunak, juga ikut menggembosi harga minyak.
Ariston memperkirakan, tekanan harga minyak yang terjadi belakangan ini kemungkinan besar akan terus berlanjut. Bahkan, lanjutan tekanan tersebut bisa membawa harga minyak ke level di bawah US$ 100 per barel.
Nanang Wahyudin, analis SoeGee Futures mengatakan, tekanan harga minyak juga datang dari terhentinya beberapa kegiatan operasional pemerintah AS akibat alotnya pembahasan anggaran dan batas utang Negeri Paman Sam tersebut, beberapa waktu lalu.
Hal ini telah memicu kekhawatiran pasar terhadap bakal semakin muramnya prospek permintaan minyak dari salah satu negeri dengan tingkat penggunaan minyak terbesar di dunia tersebut. "Bukan hanya itu saja, pelemahan dollar AS yang terjadi akibat morat-maritnya kondisi ekonomi AS belakangan ini juga turut menekan pergerakan harga minyak," kata Nanang.
Ariston menambahkan, sepekan ke depan, harga minyak masih akan tertekan secara teknikal. Tekanan tersebut antara lain bisa dilihat dari indikator moving average convergence divergence (MACD) yang berada di area positif. Tapi, formasi garis sinyal dan MACD cenderung terbuka ke bawah. Stochastic yang baru memasuki area jenuh jual dan cenderung terbuka ke bawah juga menunjukkan bahwa harga minyak masih dalam tekanan.
Pelemahan harga minyak juga bisa dilihat jelas dari relative strength index (RSI) yang berada di level 48 dan bergerak turun. Posisi harga yang saat ini berada jauh di atas moving average (MA) 50, MA 100 dan MA 200 menunjukkan bahwa dalam jangka pendek minyak akan tertekan dan dalam jangka panjang minyak berpotensi menguat.
Ariston memperkirakan, sepekan ke depan harga minyak akan melemah di kisaran US$ 98 - US$ 101,80 per barel. Nanang memprediksikan, harga minyak sepekan ke depan masih akan tertekan di kisaran US$ 96,88-US$ 102,73 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News