Reporter: Namira Daufina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Masih kuatnya balutan sentimen negatif menyebabkan harga minyak kembali terlempar jatuh di penutupan akhir pekan lalu. Tekanan datang dari beragam sisi, mulai dari kembali menanjaknya index USD, belum ditemuinya kesepakatan Yunani dan Eropa, naiknya produksi Arab Saudi hingga kekhawatiran memuncaknya stok menyusul nasib sanksi Iran yang siap dicabut.
Mengutip Bloomberg, Jumat (19/6) harga minyak kontrak pengiriman Juli 2015 di bursa New York Merchantile Exchange tercatat ambruk 1,38% ke level US$ 59,61 per barel dibanding hari sebelumnya. Hal yang sama juga terjadi dalam sepekan terakhir yang mana harga minyak masih turun 0,58%.
Setelah pada Kamis (18/6) Yunani dan Eropa belum mencapai kata sepakat, pertemuan untuk membahasa kemungkinan dana talangan bagi utang Yunani dimundur Senin (22/6). Keadaan ini memicu penguatan index USD dengan kembali menyentuh level 94,08. “Tentunya ini menekan posisi harga minyak yang diperdagangkan dengan USD,” kata Nizar Hilmy, Analis SoeGee Futures.
Pasalnya, meski dalam beberapa hari terakhir harga minyak cenderung bergerak konsolidasi di level atas namun secara fundamental beban minyak masih besar. “Terutama dari masih bengkaknya stok dan produksi yang siap membanjiri pasar,” ujar Nizar.
Berdasarkan pernyataan Menteri Minyak Arab Saudi Al-Naimi, Arab Saudi memiliki kapasistas produksi di kisaran 1,5 juta hingga 2 juta barel per hari. Produksi tersebut siap digenjot kembali jika permintaan di pasar membaik.
Ini menimbulkan kecemasan di pasar. “Sebabnya saat ini memang sedang driving season di AS artinya banyak rumah tangga yang berlibur dan menghabiskan bahan bakar minyak selama musim panas berlangsung,” papar Nizar. Permintaan AS akan minyak sedang tinggi sementara harga bergerak di level atas, memberi peluang bagi Arab Saudi untuk menaikkan produksinya yang berefek buruk bagi harga di masa mendatang.
Citigroup Inc menduga Arab bisa memompa produksinya ke level maksimum sekitar 11 juta barel per hari. Sementara di global, sanksi Iran bisa segera dicabut melihat kemungkinan dicapainya kesepakatan nuklir antara Iran dan enam negara lainnya. Negara Timur Tengah termasuk Iran bisa menambah stok minyak hingga 2,8 juta barel per hari.
“Senin (22/6) harga masih akan bergerak konsolidasi di kisaran sempit dengan kecendrungan negatif walaupun tren masih sedang uptrend,” prediksi Nizar. Berkaca pada dugaan itu Nizar menduga harga minyak Senin (22/6) bergulir di kisaran US$ 59,00 – US$ 61,00 per barel dan sepekan mendatang antara US$ 58,50 – US$ 62,00 per barel.
Sedangkan menurut survei analisis Bloomberg, 14 analis dan pelaku pasar menduga harga minyak masih bearis, 9 memperkirakan masih bullish dan 11 analis melihatnya masih flat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News