kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.846.000   69.000   3,88%
  • USD/IDR 16.804   66,00   0,39%
  • IDX 6.254   286,04   4,79%
  • KOMPAS100 892   48,19   5,71%
  • LQ45 707   37,74   5,64%
  • ISSI 193   7,28   3,92%
  • IDX30 373   19,75   5,60%
  • IDXHIDIV20 451   19,32   4,47%
  • IDX80 101   5,64   5,89%
  • IDXV30 106   4,60   4,54%
  • IDXQ30 123   5,40   4,59%

Stimulus bank sentral dunia jadi pengungkit harga minyak


Kamis, 19 Maret 2020 / 18:45 WIB
Stimulus bank sentral dunia jadi pengungkit harga minyak
ILUSTRASI. Minyak mentah.


Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah sempat anjlok dan menyentuh level US$ 20-an barel per hari, harga minyak dunia mulai merangkak naik. Merujuk Bloomberg, hari ini, Kamis (19/3) pukul 18.30 WIB, harga minyak west texas intermediate (WTI) menguat 11,73% ke level US$ 22.76 per barel.

Direktur Garuda TRFX Berjangka Ibrahim menyebut kenaikan ini ditopang oleh sentimen stimulus yang digelontorkan oleh bank-bank sentral dunia. Pagi tadi Bank Sentral Eropa telah meluncurkan paket kebijakan Program Pembelian Darurat Pandemi dengan mengucurkan dana sebanyak US$ 820 miliar.

Baca Juga: Harga gas industri turun, ini dampaknya ke industri migas hulu sampai hilir

“Stimulus ini dilakukan untuk mendukung ekonomi Eropa dan diharapkan bisa kembali menggairahkan permintaan terhadap minyak. Sehingga ini kemudian mengangkat harga minyak dunia,” ujar Ibrahim kepada Kontan.co.id, Kamis (19/3).

Meski demikian, Ibrahim melihat kebijakan yang diambil oleh Bank Sentral Eropa hanya akan mengangkat harga minyak dunia sementara. Pasalnya, jika mengacu ke pergerakan teknikal, Ibrahim melihat minyak dunia justru tengah mengarah turun ke level US$ 19 per barel.

Ibrahim menjelaskan, hingga sekarang kondisi fundamental minyak dunia sebenarnya belum membaik. Mulai dari perang harga antar produsen, hingga kemungkinan perlambatan permintaan terhadap minyak.

“Sekarang pasar sedang panik karena persebaran corona sehingga membuat banyak kalangan memprediksikan pertumbuhan ekonomi global kembali turun dari 2,4% menjadi 2,2%. Tak ayal, ini kemudian semakin menekan fundamental harga minyak,” terang Ibrahim.



TERBARU

[X]
×