kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.461.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.130   40,00   0,26%
  • IDX 7.697   -47,60   -0,61%
  • KOMPAS100 1.196   -13,16   -1,09%
  • LQ45 960   -10,60   -1,09%
  • ISSI 231   -1,75   -0,75%
  • IDX30 493   -3,97   -0,80%
  • IDXHIDIV20 592   -5,69   -0,95%
  • IDX80 136   -1,30   -0,95%
  • IDXV30 143   0,32   0,23%
  • IDXQ30 164   -1,28   -0,77%

Starlink Bisa Jadi Tantangan, Begini Rekomendasi Saham Emiten Telekomunikasi


Selasa, 28 Mei 2024 / 14:23 WIB
Starlink Bisa Jadi Tantangan, Begini Rekomendasi Saham Emiten Telekomunikasi
ILUSTRASI. Petugas melakukan pemeriksaan jaringan pada menara Base Transceiver Station (BTS) di dekat ruas Tol Trans Sumatera di Kuta Raya, Kecamatan Kayu Agung, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Senin (13/3/2023). (KONTAN/Muradi)


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Produk internet milik Space X, Starlink, sudah resmi beroperasi Indonesia sejak pekan lalu. Sejumlah isu pun muncul seiring dengan kehadiran perusahaan milik Elon Musk itu di Tanah Air, salah satunya soal layanan di wilayah remote dan harga paket murah dengan kecepatan tinggi.

Starlink tercatat memiliki beberapa produk. Untuk paket residensial, Starlink mematok harga standar Rp 750.000 per bulan dengan kecepatan hingga 220 Mbps. Selain itu, Starlink juga menyediakan paket untuk diakses di daerah remote, seperti di pedalaman dan kapal.

Kehadiran pemain baru dengan sejumlah keunggulan itu pun menjadi perhatian sejumlah industri telekomunikasi di Indonesia.

SVP Corporate Communication & Investor Relation PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), Ahmad Reza mengatakan, Starlink telah mitra strategis Telkomsat sebagai bagian dari Telkom Group sejak tahun 2021 untuk penggelaran layanan satelit segmen backhaul dan enterprise.

Baca Juga: Sampoerna Agro (SGRO) Bagi Dividen Rp 220 Miliar, Simak Rekomendasi Sahamnya

“Terkait harga layanan bukan kewenangan kami, tetapi kami yakin pemerintah pasti akan mengatur hal ini,” ujarnya kepada Kontan, Minggu (26/5).

PT Indosat Tbk. (ISAT) atau Indosat Ooredoo Hutchison mengaku tidak masalah dengan kehadiran Starlink di Indonesia. Presiden Direktur & CEO Indosat Ooredo Hutchison Vikram Sinha bahkan tidak menganggap Starlink sebagai kompetitor.

“Ini (kehadiran Starlink) bukanlah sebuah kompetisi. Low earth orbit milik Starlink bisa membantu mempercepat masuknya akses internet ke daerah-daerah pelosok,” ujarnya dalam paparan publik RUPST ISAT, Selasa (21/5) lalu.

Sementara itu, Head External Communications PT XL Axiata Tbk (EXCL) Henry Wijayanto mengatakan, pihaknya melihat perlu adanya penerapan regulasi yang seimbang dari pemerintah.

“Sehingga, tercipta adanya playing field yang sama antara Starlink dengan operator eksisting, misalnya sama-sama dikenakan PNBP sektor telekomunikasi (BHP,USO, dan BHP Tel) dan lainnya,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (24/5).

Research Analyst Phintraco Sekuritas Aditya Prayoga mengatakan, kehadiran Starlink sebagai kompetitor baru merupakan tantangan serius bagi emiten-emiten telco yang sedang berusaha mengembangkan bisnis Fixed Mobile Convergence (FMC). 

Dalam beberapa kuartal terakhir, beberapa emiten telco berlomba-lomba untuk meningkatkan jumlah home passes guna memperluas jangkauan dan meningkatkan layanan. 

“Namun, kehadiran Starlink dengan segala keunggulannya, menjadi ancaman yang cukup signifikan,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (22/5).

Selain itu, Starlink menggunakan satelit low orbit untuk menyediakan layanannya, memberikan jangkauan yang lebih luas dan kecepatan yang lebih konsisten. Sementara, banyak emiten telco sedang berusaha mengembangkan infrastruktur berbasis serat optik lebih luas lagi. 

“Kehadiran teknologi canggih dari Starlink ini memaksa para emiten telco untuk berpikir lebih strategis dalam menawarkan layanan yang kompetitif, baik dari segi harga maupun kualitas,” ungkapnya.

Baca Juga: Kinerja PTBA Masih Berpotensi Tertekan, Simak Rekomendasi Sahamnya dari Analis

Meskipun demikian, pembelian alat router seharga Rp 7,5 juta yang cukup mahal mungkin masih menjadi pertimbangan bagi calon pelanggan. 

Di sisi lain, operator telco di Indonesia memiliki keunggulan kompetitif dalam jangka pendek. Sebab, perangkat router atau modem yang dijual, cenderung masih terjangkau dalam rentang Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta, sehingga masyarakat tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan yang tinggi. 

“Sehingga, hal ini memberikan operator telco lokal keunggulan dalam hal biaya awal yang lebih rendah bagi pelanggan. Ini bisa menjadi faktor penentu dalam memilih layanan internet,” tuturnya.

Aditya memperkirakan, industri telco saat ini berada dalam titik jenuh. Stagnasi jumlah pelanggan dalam beberapa kuartal terakhir menunjukkan bahwa industri telco Indonesia semakin tidak mampu menumbuhkan basis penggunanya secara organik.

Selain itu, kehadiran Starlink dianggap sebagai faktor penghambat signifikan, mengingat emiten telko sedang fokus pada pengembangan FMC. 

“Situasi ini memaksa para operator telko untuk mencari strategi baru dan inovatif agar tetap relevan dan kompetitif di pasar yang semakin ketat,” tuturnya.

Aditya pun merekomendasikan buy on support untuk EXCL dengan target harga Rp 2.560 per saham. Investor bisa masuk di level Rp 2.440 per saham dan stop loss jika berada di bawah Rp 2.420 per saham.

Rekomendasi buy on support diberikan Aditya untuk TLKM dengan target harga Rp 3.100 per saham. Investor bisa masuk di level Rp 2.930 per saham dan stop loss jika berada di bawah Rp 2.900 per saham.

Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Sukarno Alatas mengatakan, kehadiran Starlink di Indonesia akan memberikan dampak beragam.

”Starlink menawarkan internet satelit dengan kecepatan tinggi dan jangkauan luas, ini menjadi ancaman bagi emiten telco yg selama ini mendominasi pasar di wilayah-wilayah tersebut,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (22/5). 

Sementara, harga layanan Starlink yang kompetitif dapat memaksa emiten telco melakukan perang harga, sehingga bisa mempengaruhi margin. 

Baca Juga: Menilik Dampak Fluktuasi Kurs Rupiah Terhadap Sejumlah Emiten

“Di sisi lain ada potensi juga untuk kolaborasi, seperti TLKM melalui anak usahanya Telkomsat,” ungkapnya.

Namun, prospek kinerja emiten telco ke depannya masih cukup positif di tengah beberapa tantangan ke depan yang akan dihadapi para emiten telco.

“Masuknya Starlink sepertinya belum akan berdampak signifikan di tahun ini ditambah harga yg ditawarkan Starlink terbilang cukup mahal,” tuturnya.

Sukarno pun merekomendasikan beli untuk TLKM, ISAT, dan EXCL dengan target harga masing-masing Rp 3.500 per saham, Rp 11.400-Rp 11.900 per saham, dan Rp 2.700 per saham.

Deputy Head of Research Sucor Sekuritas Paulus Jimmy melihat, Starlink bukan pesaing utama bagi para emiten telco. Sebab, market positioning dari produk Starlink jauh berbeda.

“Hal ini terlihat dari harga dan subscription fee yang jauh di atas rerata pendapatan per pengguna (ARPU) industri telco,” ujarnya kepada Kontan, Senin (27/5).

Dengan harga paket sekarang, Paulus melihat, Starlink belum menjadi ancaman untuk operator telco. Namun, emiten telco memang harus lebih fokus meningkatkan coverage dan service quality dari produk FBB-nya agar bisa tetap bersaing ke depannya.

Secara teori, Starlink seharusnya bisa menguntungkan bagi banyak industri di Indonesia. Sebab, kehadiran Starlink akan mendorong penetrasi internet dan digitalisasi. Hal ini merupakan kebutuhan utama di era sekarang.

Paulus pun melihat, emiten yang diuntungkan dan dirugikan secara spesifik. Namun, potensi kerjasama Starlink dan emiten telco dari sisi infrastruktur sangat besar. Terkait hal ini, TLKM diketahui sudah menjalin kerjasama dengan Starlink sejak 2021.

Baca Juga: Ada Sentimen Rebalancing Indeks, Simak Rekomendasi Saham Pilihan IPOT pada Minggu Ini

Terkait potensi keuntungan dari kepemilikan data center atau penjualan ponsel juga tidak bisa dilihat secara utuh. Sebab, market positioning yang berbeda, sehingga target pasar yang diincar tidak sama.

“Namun, yang perlu diperhatikan juga adalah penentuan harga dari produk Starlink ini apakah akan lebih murah ke depannya atau tidak,” tuturnya.

Dengan kondisi tersebut, Paulus tetap melihat prospek emiten telco di Indonesia masih baik, terutama dengan adanya kemungkinan merger antara FREN dan EXCL. Menurut Paulus, merger tersebut bisa membuat persaingan di industri semakin sehat. 

Sentimen yang mempengaruhi kinerja emiten telco terutama adalah iklim persaingan di industri. Sebab, TLKM terlihat sedang berusaha untuk menjaga market share dengan beberapa strategi bisnis yang dikhawatirkan bisa memicu kembalinya fenomena perang harga.

Paulus pun merekomendasikan beli untuk EXCL dengan target harga di Rp 3.500 per saham.

Selanjutnya: Bikin Badan Lebih Segar! Ini Manfaat dan Efek Samping Sauna

Menarik Dibaca: Menurut Psikolog, Ini 7 Cara Mengatasi Rasa Cemburu Berlebihan pada Pasangan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×