Reporter: Noor Muhammad Falih | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Tren kenaikan harga minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) diperkirakan masih berlanjut. Spekulasi bakal terjadi musim kemarau di Asia Tenggara menjadi katalis utama kenaikan harga. Maklum, dua negara di kawasan itu, yakni Indonesia dan Malaysia memasok 86% minyak sawit global.
Kemarin, harga kontrak CPO untuk pengiriman Mei 2014 di Bursa Derivatif Malaysia bertengger di RM 2.779 per metrik ton (MT). Meski terkoreksi 1% dibanding hari sebelumnya, harga itu masih berada di dekat level tertinggi tiga tahun yang terbentuk Rabu lalu (26/2), yakni di harga US$ 2.810 per MT.
Di dalam negeri, harga minyak sawit pun menunjukkan tren serupa. Kemarin, harga CPO untuk pengiriman April di Bursa Komoditas Derivatif Indonesia (BKDI) diperdagangkan di Rp 10.470 per kg. Harga tersebut sudah naik 1% dibanding akhir tahun lalu.
Analis PT Monex Investindo Futures, Zulfirman Basir menilai, koreksi yang terjadi kemarin, sebatas teknikal. Ada aksi profit taking karena harga sudah di area jenuh beli.
Namun, dari segi fundamental, kata Zulfirman, harga CPO masih berpotensi naik, mengingat ada isu musim kemarau. Pasar memiliki ekspektasi produksi CPO di Malaysia akan merosot seiring musim kering.
Bahkan, Hedge Fund Manager Merchant Commodity Fund di Singapura, Michael Coleman memprediksi, cuaca bisa mendorong harga CPO hingga mencapai RM 3.000 per MT dalam empat bulan mendatang.
Masih bisa reli
Analis komoditas, Ibrahim sependapat. Menurutnya, iklim kemarau yang bakal melanda Asia Tenggara memang ditakutkan mempengaruhi produksi CPO baik dari Indonesia maupun Malaysia.
Makanya, ia masih melihat peluang harga CPO untuk kembali menguat, paling tidak hingga pekan pertama Maret. Sebab, setelah itu, secara historis, cuaca di Asia Tenggara baru terlihat jelas.
Tapi, ia tak menampik bisa terjadi koreksi jika rilis data manufaktur China pada akhir pekan ini menunjukkan perlambatan. Data itu bakal mempengaruhi pergerakan harga lantaran China adalah salah satu importir CPO terbesar di dunia. "Jika data melemah, maka akan muncul spekulasi penurunan impor dari China," papar Ibrahim.
Sementara, Zulfirman melihat, penguatan mata uang rupiah dan ringgit bisa menjadi faktor penghambat reli harga minyak sawit. "Laju ekspor CPO dari Malaysia dan Indonesia bisa terhambat. Sebab, importir CPO harus merogoh kocek lebih dalam akibat pertukaran kurs,” paparnya.
Meski begitu, Zulfirman memprediksi, harga CPO sepekan mendatang masih cukup kuat, yaitu bergulir di kisaran RM 2.750-RM 2.880.
Proyeksi Ibrahim, hari ini, CPO bergerak di kisaran RM 2.740-RM 2.860. Adapun, dalam sepekan ke depan, harganya bisa berada di RM 2.730-RM 2.900 per MT.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News