Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Dengan adanya emiten yang di-delisting, Inarno mengatakan tidak semua emiten yang terdaftar di bursa memiliki kualitas yang mumpuni. Inarno mengklaim, hal ini tidak hanya terjadi di bursa Indonesia. Bursa saham negara tetangga, Singapura, juga mengalami hal yang sama yakni maraknya emiten yang melakukan delisting.
"Di Singapura? Sama saja. Sekarang malah growth-nya negatif setelah lima tahun terakhir ini. Artinya apa, banyak emiten yang di-delisting," lanjutnya.
Inarno melanjutkan, delisting yang terjadi pada emiten tidak serta merta menjadi kesalahan perusahaan tersebut. Ada kalanya, delisting yang menimpa suatu perusahaan terjadi akibat bidang usaha yang dijalaninya sedang lesu dan tidak lagi diminati.
Baca Juga: Simak tips dari analis untuk menghindari emiten berpotensi delisting
Meski demikian, Inarno menegaskan akan menindak tegas perusahaan bersangkutan apabila di-delisting karena kesalahan pengelolaan manajemen. "Tetapi investor harus teredukasi juga. Bahwa memilih saham itu betul-betul harus dipelajari," ujar Inarno.
Sebelumnya Nyoman mengatakan, BEI berencana untuk membuat daftar perusahaan yang berpotensi akan di-delisting. Hal ini dilakukan agar masyarakat mengetahui lebih awal mana saja perusahaan yang berpotensi untuk didepak dari keanggotaan bursa.
Baca Juga: Selain delisting, Bank of India Indonesia (BSWD) juga akan divestasi
Sementara, sudah ada 46 emiten baru yang tercatat di BEI selama 2019. Nyoman mengatakan, BEI masih mengantongi 38 perusahaan yang masuk pipeline IPO BEI. Sebanyak 34 di antaranya menggunakan tahun buku per Juni 2019 dan siap untuk tercatat tahun ini.
Nyoman menegaskan bahwa BEI akan tetap melakukan screening dan seleksi yang ketat terhadap 34 calon emiten yang siap melantai tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News