Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Ada beberapa poin baru yang bakal diterapkan otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI). Salah satunya adalah, minimum free float 7,5% yang wajib dipenuhi emiten yang sudah tercatat di pasar saham (listed).
Dari sekian banyak emiten di bursa, setidaknya masih ada beberapa saham yang memiliki free float di bawah 7,5%. Beberapa diantaranya adalah, saham DNET dengan free float 7,05%, saham PSAB dengan free float 5,4%, dan saham ADMF dengan free float 5%.
Ketiga emiten yang bersangkutan masih enggan memberikan komentar terkait langkah apa yang bakal diambil demi mengejar target 7,5% dalam kurun waktu dua tahun itu. Tapi, beberapa analis mengatakan, ada beberapa cara yang bisa ditempuh guna menggapai free float mencapai 7,5%.
"Bisa dengan rights issue, stock split atau bahkan keluarkan seri saham baru," ujar Lucky Bayu Purnomo, analis Danareksa Sekuritas, kepada KONTAN, (23/1).
Lucky menyambut baik ketentuan baru BEI ini. Sebab, dengan aturan baru ini, pergerakan pasar tanpa dorongan fundamental yang jelas bisa lebih dinetralisir sehingga ke depannya status unusual market activity (UMA), suspensi saham, atau bahkan auto reject bisa menjadi lebih sedikit.
Dia juga bilang, dengan free float yang optimal, maka publik akan menjadi 'pengadilan' atas baik buruknya fundamental emiten. Karena posisinya sebagai pengadilan, maka nantinya tidak ada lagi istilah goreng menggoreng saham sehingga pasar bisa terselenggara dengan kondusif, efisien, dan efektif.
Itu sebabnya, beleid baru ini juga perlu partisipasi penuh dari emiten yang bersangkutan. Sudah sewajarnya emiten yang listed paham betul dan benar-benar menjalankan ideologi sebuah perusahaan publik.
"Intinya, pasar harus seefisien mungkin, bergerak dengan kinerja sesungguhnya, bukan hanya dengan sentimen semata," tandas Lucky.
Satrio Utomo, Kepala Riset Universal Broker juga memberikan opsi serupa. Dia menambahkan, selain secondary offering seperti rights issue, saham tresuri juga bisa dimanfaatkan untuk mengejar target free float minimal 7,5%.
Sekarang masalahnya, selain belum tentu semua emiten memiliki saham tresuri, beleid ini nanti cenderung memukul emiten dengan kapitalisasi pasar menengah ke bawah. Sayangnya, justru emiten-emiten dengan kategori seperti itu yang sahamnya mudah digoreng, mudah bergerak tanpa fundamental yang jelas.
Jadi, andai emiten jenis ini menggelar rights issue atau saham tresuri juga belum tentu laku. "Siapa, sih, yang mau rugi? Memang ada yang mau jual saham tresuri di bawah harga buyback?" imbuh Satrio.
Andai emiten ini ingin delisting pun juga sulit. Satrio bilang, umumnya goreng-menggoreng saham dilakukan oleh insider alias manajemen perusahaan itu sendiri. Dengan beberapa kali pergerakan, harga sahamnya bisa membumbung tinggi.
Tapi, insider ini paham betul harga tersebut tidak mencerminkan antara fundamental dengan harga sesungguhnya. Dengan kata lain, mereka juga enggan membeli semua saham di publik untuk delisting karena harganya sudah tidak wajar.
"Jadi memang semua pihak wajib ambil bagian. Kalau kondisinya seperti itu, sekarang tinggal BEI saja berani tegas atau tidak," tegas Satrio.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News