Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Sejumlah reksadana anyar bisa menjadi alternatif investasi bagi investor. Inilah review kinerja produk baru tersebut?
Reksadana Indeks MNC36 terbitan MNC Asset Management, memutar aset dasar sesuai acuannya, indeks MNC36. Produk ini memiliki kebijakan investasi 90% hingga 98% mengikuti indeks acuan. Aset dasar baik emiten serta bobot produk ini juga mirip indeks MNC36. "Sehingga performance reksadana ini menyerupai index MNC 36,"ujar Akbar Syarief, Investment Manager PT MNC Asset Management, Kamis (23/4).
Pada periode November 2014 hingga April 2015, indeks ini memiliki daftar saham-saham antara lain, saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT Adaro Energy Tbk (ADRO), PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI) dan PT Bank Central Asia (BBCA). Kemudian, PT Gudang Garam Tbk (GGRM) PT Ciputra Development Tbk (CTRA), PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) serta Bank Mandiri Tbk (BMRI).
Lalu, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Adhi Karya Tbk (ADHI) dan PT Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES). Serta, PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), PT MNC Land Tbk (KPIG) dan PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR).
Namun, produk ini belum mampu membagikan return positif. Data Infovesta Utama menunjukkan produk ini berkinerja minus 0,32% dalam satu hari pada 22 April 2015. "Produk ini berkinerja negatif karena mengikuti indeks acuannya. Apabila indeks turun, maka reksadana ini juga berkinerja minus," ujar Akbar.
Akbar memperkirakan return reksadana ini akan membaik. Penopangnya, kinerja saham dalam indeks acuan akan kembali bullish pada semester II tahun ini. Tahun ini, reksadana ini diperkirakan berkinerja mengekor indeks acuan dengan rerata tracking error maksimal 5%.
Panin Dana Teladan besutan Panin Asset Management juga berkinerja minus 0,03% dalam satu hari. Head of Operation dan Business Development PT Panin Asset Management Rudiyanto mengaku karakter produk ini memang tidak agresif.
"Produk ini tidak memiliki strategi khusus, hanya seperti dengan produk saham lainnya yang menerapkan value investing," ujar Rudiyanto. Artinya, saham yang dipilih memiliki potensi pertumbuhan harga.
Direktur Panin Asset Management Ridwan Soetedja mengatakan Panin Dana Teladan mengusung strategi portofolio fleksibel dalam memutar efek saham. Aset dasarnya tidak terpaku pada sektor khusus atau saham-saham tertentu saja. "Produk ini juga tidak hanya memilih saham dengan kapitalisasi pasar saham tertentu," ujar Ridwan.
Reksadana ini mendapat izin efektif Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per 24 Maret 2015. Nilai aktiva bersih (NAB) per unit penyertaan Rp 1.000 pada 14 April 2015. Produk ini menyasar investor ritel dan terbuka juga bagi investor institusi. Kini, produk ini mencetak NAB di level 1,000.64. Dengan demikian, apabila dibandingkan dengan saat peluncuran, return reksadana ini telah naik tipis.
Minimum investasi awal dan selanjutnya pada produk ini sebesar Rp 1 juta. Investor akan dikenakan biaya pembelian unit penyertaan maksimum sebesar 2%, jika melakukan pembelian hingga 30 April 2015. "Setelah 30 April nanti produk ini akan mengenakan fee 4%," ujar Rudiyanto. Dalam setahun Panin menargetkan dana kelolaan reksadana ini Rp 500 miliar.
Rudiyanto memperkirakan produk ini bisa membagikan return 5% di atas Indeks harga saham gabungan (IHSG). Dia optimistis IHSG bisa berada di level 6000 pada akhir tahun. "Mudah-mudahan ada perkembangan dari pemerintah seperti pelaksanaan program infrastruktur, sehingga bisa menopang kinerja IHSG," ujar Rudiyanto.
Produk First State Indonesian Short Tenor Bond Fund kelolaan PT First State Investments Indonesia (FSI) mencatat return 0,02% dalam sehari. Produk ini telah mengantongi izin efektif pada 19 Maret 2015.
Eli Djurfanto, Head of Fixed Income FSI mengatakan produk ini menerapkan strategi mengambil obligasi berjangka waktu pendek sebagai aset dasar. "Eksisting reksadana kami berinvestasi pada tenor menengah dan kami belum memiliki tenor pendek," ujar Eli.
Eli mengaku memanfaatkan fluktuasi pasar obligasi untuk mencetak return tinggi. Pasalnya, volatilitas pasar memberikan peluang untuk trading. Produk ini akan trading dengan target durasi sekitar 2 hingga 2,5. "Kami akan menambah porsi obligasi setelah mendapatkan dana masuk," ujar Eli.
Eli menghitung strategi trading akan menambah keuntungan reksadana. Misalnya, obligasi pemerintah dengan tenor dua tahun hanya memberikan imbal hasil 7%. Setelah dikutip pajak bunga obligasi di reksadana sebesar 5% dan biaya lainnya sekitar 1,5%, maka investor hanya akan mengantongi keuntungan sekitar 5,5% per tahun. Keuntungan tersebut mempertimbangkan apabila obligasi hanya digenggam hingga jatuh tempo.
"Namun dengan trading, kami memperkirakan produk baru ini bisa memberikan return sekitar 7% hingga 7,5% per tahun," ujar Eli.
Eli memperkirakan pasar obligasi masih akan mengalami volatilitas. Penopangnya, banjirnya likuiditas akibat kebijakan bank sentral Eropa dan Jepang yang akan berdampak pada masuknya dana asing atau capital inflow ke pasar obligasi Indonesia. Sehingga, harga obligasi ikut terangkat. Namun di sisi lain, kebijakan normalisasi suku bunga the Fed akan berdampak negatif bagi pasar.
"Berbagai faktor eksternal akan saling mempengaruhi tergantung mana yang lebih kuat," ujar Eli.
Dari domestik, faktor tercapainya laju inflasi sesuai target Bank Indonesia (BI), penurunan suku bunga acuan atau BI rate, positifnya pertumbuhan ekonomi serta susutnya current account deficit juga akan menggairahkan pasar obligasi.
"Namun, pasar yang volatile justru menyediakan kesempatan untuk meraih return tinggi," ujar Eli.
Asumsi Return 20%
Pengamat pasar modal Desmon Silitonga mengatakan kinerja reksadana ditentukan oleh sejumlah faktor seperti jenis produk, kinerja komposisi portfolio serta kelihaian manajer investasi dalam memutar aset dasar.
"Perubahan komposisi dalam portfolio sangat mempengaruhi kinerja rekadana. Karena kemampuan manajer investasi, maka kinerja sejumlah reksadana mampu mengalahkan benchmarknya, yakni IHSG dan indeks SUN (surat utang negara)," tutur Desmon.
Menurut dia, produk baru memiliki keuntungan karena investor bisa menikmati NAB murah di level 1000. Namun minusnya, investor tidak bisa langsung menikmati return. "Justru bisa mengalami potensial loss apabila NAB mengalami penurunan," tutur Desmon.
Dia memperkirakan produk baru tahun ini bisa mencatatkan return positif sekitar 15% hingga 20% edngan IHSG yang tumbuh sekitar 15%. "Namun, kinerja produk sangat dinamis karena banyak faktor yang mempengaruhinya," tutur Desmon.
Diperkirakan, tahun ini industri reksadana masih akan diramaikan produk baru dengan mayoritas reksadana terproteksi. "Tren reksadana syariah juga meningkat," kata Desmon.
Berdasarkan data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), sejak awal tahun hingga saat ini tercatat ada 71 produk reksa dana yang mendapat penerbitan efektif. Dari 71 produk tersebut 42 produk merupakan reksa dana terproteksi, reksa dana saham 11 produk, dan reksa dana pasar uang sebanyak 8 produk.
Adapun, reksa dana pendapatan tetap tercatat 5 produk, reksa dana syariah 3 produk, reksa dana campuran 1 produk dan reksa dana indeks 1 produk. Sebanyak 71 produk tersebut diterbitkan oleh 30 manajer investasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News