Reporter: Benedicta Prima | Editor: Tendi Mahadi
Sementara itu, pada Oktober 2019 lalu, Waskita Karya batal menerbitkan obligasi senilai Rp 3,5 triliun. Sebelumnya, pada Agustus 2019, Direktur Keuangan Waskita Karya Haris Gunawan juga menyebutkan perusahaan berencana menerbitkan obligasi global senilai US$ 250 juta hingga US$ 300 juta. Namun rencana tersebut belum terealisasi hingga saat ini.
Saat ditanya soal rencana penerbitan obligasi global, Senior Vice President Corporate Secretary Wakita Karya Shastia Hadiarti mengatakan tahun ini perusahaan berencana menerbitkan obligasi dalam negeri saja.
“Tahun ini, selain menggunakan fasilitas perbankan WSKT berencana menerbitkan obligasi dalam negeri dengan nilai sekitar Rp 3,5 triliun,” jelas dia, Jumat (7/2).
Baca Juga: Pasar saham terpukul, dana kelolaan industri reksadana tergerus
Lebih lanjut, Waskita mengatakan perusahaan telah menerima kas sebesar Rp 44 triliun dan berhasil menyelesaikan pinjaman dengan nilai kurang lebih Rp 32,5 triliun. Sehingga gearing ratio WSKT per Desember 2019 berada pada level 2,3 kali.
Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan sejatinya tahun ini merupakan tahun yang tepat bagi perusahaan untuk menerbitkan obligasi global. Mengacu pada US Treasury yang saat ini berada di level rendah yaitu 1,6%, maka imbal hasil yang ditawarkan Indonesia seharusnya lebih menarik.
“Global bond ini tepat karena imbal hasil rendah. Tetapi penyerapannya, corona memang cukup menjadi hambatan. Tetapi market akan selalu ada apalagi ketika kupon menarik. Ini good point, menarik untuk pasar dan bunga kecil sehingga cost of fund juga kecil,” jelas Nico.
Namun, Nico mengatakan perusahaan tetap harus menimang tujuan ekspansi. Apabila kegiatan bisnis perusahaan erat dengan China, maka penyebaran virus corona bisa menjadi pertimbangan dalam menerbitkan obligasi global.
Baca Juga: Turun di Januari, dana kelolaan reksadana tahun ini masih bisa naik 10%
Tambahan info, GIAA berencana menerbitkan obligasi global senilai US$ 500 juta, BMRI senilai US$ 1,25 miliar dan ASRI senilai US$ 185 juta. Kontan telah menghubungi ketiganya namun belum ada respon.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News