kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.965.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.830   0,00   0,00%
  • IDX 6.438   38,22   0,60%
  • KOMPAS100 926   8,20   0,89%
  • LQ45 723   5,45   0,76%
  • ISSI 205   2,17   1,07%
  • IDX30 376   1,61   0,43%
  • IDXHIDIV20 454   0,42   0,09%
  • IDX80 105   1,01   0,98%
  • IDXV30 111   0,45   0,40%
  • IDXQ30 123   0,28   0,22%

Simak rekomendasi saham Tempo Scan Pasific


Selasa, 19 Mei 2015 / 20:45 WIB
Simak rekomendasi saham Tempo Scan Pasific
ILUSTRASI. PT Total Bangun Persada Tbk (TOTL) mengincar perolehan kontrak baru sebesar Rp 3,50 triliun di tahun 2024. KONTAN/Daniel Prabowo/17/03/2016


Reporter: Benedictus Bina Naratama | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Depresiasi rupiah terhadap dollar sejak penghujung 2014 telah membawa industri farmasi domestik ke dalam situasi yang tidak mudah. Kinerja semua emiten farmasi secara umum berada di bawah target, tidak terkecuali PT Tempo Scan Pasific Tbk (TPSC).

Dikutip dari keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, laba bersih yang didapatkan oleh TSPC pada tahun 2014 turun 8,7% yoy atau menjadi Rp 579,4 miliar dibandingkan laba bersih tahun sebelumnya.

Laba turun walau penjualan bersih sepanjang 2014 meningkat 9,6% atau berjumlah Rp 7,51 triliun. Pertumbuhan penjualan bersih meningkat dibandingkan tahun 2013 yang hanya naik 3,4%. Namun pelemahan rupiah juga membuat margin laba kotor perusahaan turun menjadi 39,1% yoy.

Pertumbuhan industri farmasi di Indonesia melambat sejak 2014 sebesar 3,7%. Kinerja industri farmasi yang kurang bergairah ini disebabkan oleh pelaksanaan sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh pemerintah melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). BPJS bekerjasama dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) telah menyusun daftar dan menyediakan semua produk farmasi yang dibutuhkan oleh program tersebut. Namun sayangnya, produk farmasi TSPC tidak termasuk di dalamnya.

Untuk mengatasi dua hambatan tersebut, TSPC berusaha memasuki segmen usaha baru, yakni dengan mengembangkan bisnis produk nutrisi, salah satunya berbasis susu.

Vanessa Ariati Tanuwijaya, analis Mandiri Sekuritas dalam riset 5 mei 2015 menyebutkan pada kuartal I-2015, perusahaan telah mengeluarkan produk Ultra High Temperature (UHT) pertamanya dengan merek Vidoran KIDS with Cod Oil. Menurutnya, produk UHT ini dijual dengan harga jual yang lebih bersaing sekitar 10-20% lebih rendah dibandingkan produk-produk nutrisi pesaingnya.

“Vidoran KIDS with Cod Oil, dipercaya dapat memberikan gross margin yang positif di segmen nutrisi. Kondisi di lapangan mengindikasikan masyarakat menerima dengan baik produk-produk Vidoran,” jelas Vanessa.

Produk Vidoran ini sendiri telah beredar di pasar selama lebih dari tiga dekade. Untuk itu pada tahun ini, TSPC akan lebih memperluas penetrasi pasar produk nitrisinya, terutama produk IFFO, GUM, dan UHT. Sebelumnya, pada pertengahan 2014 yang lalu, perusahaan telah berhasil merampungkan pembangunan pabrik susu formula yang berlokasi di Surabaya, Jawa Timur. Melalui pabrik ini, perusahaan memproduksi susu bubuk formula bayi (IFFO) dan pertumbuhan anak (GUM) pada kuartal III-2014.

Perseroan akan memanfaatkan harga yang terjangkau dari produk nutrisi tersebut untuk bersaing di segmen harga yang rendah dan mendominasi pasar susu bayi dan pertumbuhan dimana merupakan segmen terbesar dalam kategori susu bubuk di Indonesia. Saat ini produk Vidoran IFFO dan GUM telah meraih posisi nomor 6 di pasar pada akhir tahun 2014.

Michael Wilson Setjoadi, analis Bahana Securities menjelaskan langkah yang dilakukan oleh TSPC untuk menggenjot bisnis nutrisi adalah mengikuti emiten farmasi lainnya. PT Kalbe Farma lebih dahulu menuai untung dari bisnis nutrisi. Hal ini diperlihatkan dengan pertumbuhan pendapatan sektor nutrisi yang cukup tinggi pada kuartal I-2015 ini sebesar 13,6% YoY atau menjadi Rp 1,2 triliun.

TSPC mengikuti strategi yang dijalan oleh Kalbe dengan memperluas segmen bisnis nutrisi. Prospek bisnis nutrisi sangat menjanjikan sekali seperti yang diperlihatkan dalam laporan kinerja keuangan Kalbe dengan menyumbang pendapatan sebesar Rp 1,2 triliun,” ujar Michael.

Tidak masuknya produk-produk farmasi TSPC di dalam program JKN, menurut Michael tidak terlalu berdampak terlalu besar bagi perusahaan. Hal ini dikarenakan selama ini TSPC lebih berfokus pada produksi obat-obatan di pasar Over The Counter (OTC). Sedangkan di dalam program JKN, BPJS lebih memilih untuk menggunakan obat-obatan generik. Penjualan obat di pasar OTC sendiri pada kuartal I-2015 menyumbang 80-83% dari total penjualan divisi farmasi TSPC.

“Sebenarnya bagus TSPC tidak ikut JKN karena hanya akan menurunkan margin perusahaan. Obat generik dijual dengan harga yang lebih murah dibandingkan obat resep. Kalau memproduksi obat generik, keuntungan perusahaan akan turun 8-20%,” terang Michael.

Ia memproyeksikan pendapatan TSPC hingga akhir tahun 2015 nanti akan mengalami kenaikan sebesar 10% YoY atau menjadi Rp 8,3 triliun. Pertumbuhan pendapatan ini didukung juga dengan pertumbuhan penjualan di divisi farmasi yang diprediksi naik 9%. Meskipun ancaman persaingan dari obat generik melalui prgram JKN masih akan terlihat, namun menurut Michael dampaknya terhadap perusahaan masih sangat terbatas melihat konsentrasi produk obat TSPC terletak pada pasar OTC.

Sedangkan analis Universal Broker Indonesia Satrio Utomo menuturkan perusahaan harus lebih memperhatikan faktor pelemahan rupiah terhadap dollar yang dapat mempengaruhi volume penjualan produk sepanjang 2015 ini. Nilai tukar rupiah yang telah menyentuh level 13.190 akan menekan margin laba perusahaan. Hal ini disebabkan bahan baku untuk memproduksi obat masih didatangkan dari luar negeri dengan menggunakan mata uang dollar dan menjualnya kembali dengan rupiah.

“Bahan baku masih banyak yang diimpor sedangkan pelemahan rupiah masih akan terus berlanjut. Ini yang harus diwaspadai oleh perusahaan karena tekanan terhadap penjualan produk masih akan terasa,” tutur Satrio.

Tahun ini, Tempo Scan mematok target pertumbuhan penjualan bersih 9% karena masih wait and see melihat perkembangan ekonomi.Sedangkan potensi kenaikan pendapatan dari obat resep mencapai 6,8% tahun ini. Secara total, Vanessa memprediksi, tahun ini, pendapatan TSPC akan naik sekitar 9,8% menjadi Rp 8,1 triliun. Sementara, laba bersih akan mencapai Rp 796 miliar. Terlebih banyak produk TPSC sebagai penguasa pangsar, seperti merek Bodrex dan Oskadon.

Michael merekomendasikan untuk buy di target price Rp 3.325. Vanessa merekomendasikan untuk beli di target harga Rp 3.000. Sedangkan Satrio merekomendasikan untuk hold dengan target price di Rp 2.700. Pada penutupan kemarin, saham TSPC mengalami penurunan 0,24% ke level Rp 2.070.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×