Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) akan segera menggelar penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu II (PMHMETD II) atau rights issue sebesar Rp 1,48 triliun. Rights issue itu dilakukan untuk melanjutkan megaproyek Meikarta.
Melansir prospektus di laman Bursa Efek Indonesia (BEI), LPCK menawarkan sebanyak-banyaknya 2.974.356.000 saham biasa atas nama dengan nilai nominal Rp 500 per saham.
Harga pelaksanaan yang ditawarkan senilai Rp 500 per saham. Jumlah saham yang ditawarkan dalam rights issue ini mewakili sebanyak-banyaknya 52,61% dari modal ditempatkan dan disetor penuh setelah PMHMETD II.
“Sehingga, nilai PMHMETD II adalah sebanyak-banyaknya Rp 1,48 triliun,” ujar manajemen LPCK dalam keterbukaan informasi tersebut, Senin (9/12).
Manajemen LPCK menuturkan, seluruh dana yang diperoleh dari pelaksanaan PMHMETD II setelah dikurangi biaya-biaya dalam rangka PMHMETD II ini akan digunakan untuk dua hal utama.
Pertama, sekitar 95% akan digunakan untuk penyertaan modal kepada anak usaha, yaitu PT Mahkota Sentosa Utama (MSU). Asal tahu saja, MSU adalah perusahaan pengembang megaproyek Meikarta.
Baca Juga: Lanjutkan Proyek Meikarta, Lippo Cikarang (LPCK) Gelar Rights Issue Rp 1,48 Triliun
“Dana itu akan digunakan untuk modal kerja dalam rangka membiayai konstruksi proyek properti MSU,” tutur manajemen.
Kedua, sisa dana akan digunakan untuk modal kerja LPCK dalam rangka mendukung kegiatan usaha perseroan, yaitu untuk membiayai konstruksi proyek properti.
“Apabila dana hasil PMHMETD II tidak mencukupi untuk membiayai modal kerja, LPCK memiliki opsi sumber pembiayaan lainnya, antara lain dengan memaksimalkan arus kas dari hasil operasional serta fasilitas pembiayaan perbankan,” paparnya.
HMETD dapat diperdagangkan di BEI serta di luar Bursa Efek selama 5 hari bursa mulai 10 - 14 Februari 2025. Selanjutnya, pencatatan saham baru hasil pelaksanaan rights issue ini akan dilakukan di BEI pada 10 Februari 2025. Sedangkan tanggal terakhir pelaksanaan HMETD adalah tanggal 14 Februari 2025.
Analis Kanaka Hita Solvera Andhika Cipta Labora melihat, aksi korporasi LPCK itu akan berdampak baik ke kinerja perseroan.
“Jika proyek Meikarta bisa berlanjut dan penjualan rumahnya laku, dampaknya akan kepada kinerja LPCK yang berpotensi akan meningkatkan pendapatan dan laba perseroan,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (11/12).
Meskipun begitu, Andhika melihat ada kemungkinan rights issue LPCK tak akan terlalu dilirik oleh para investor. Alasannya, karena kinerja LPCK yang belum terlalu moncer per kuartal III 2024.
Melansir laporan keuangan, LPCK mencatatkan pendapatan Rp 980,84 miliar per kuartal III 2024, naik dari raihan di periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 800,62 miliar.
Namun, LPCK malah membukukan rugi bersih Rp 1,6 triliun di akhir September 2024, berbalik dari laba bersih Rp 106,3 miliar di periode sama tahun lalu. Kerugian ini salah satunya disebabkan kenaikan pada pos beban lainnya menjadi Rp 1,73 triliun per kuartal III 2024, dari sebelumnya hanya Rp 18,86 miliar pada kuartal III-2023.
“Melihat kinerja per kuartal III 2024 yang mengalami penurunan, para pelaku pasar akan lebih wait and see terhadap rights issue LPCK,” paparnya.
Andhika pun masih merekomendasikan wait and see untuk saham LPCK lantaran pergerakan sahamnya masih dalam tren penurunan dan kurang likuid.
Senada, Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Abdul Azis Setyo Wibowo mengatakan, kepercayaan pasar terhadap LPCK masih perlu dilihat lagi, mengingat proyek Meikarta sudah cukup lama mangkrak. Sehingga, bisa menurunkan kepercayaan, baik dari sisi pelaku pasar di pasar modal ataupun pembeli properti di Meikarta.
“Jika ada standby buyer, rights issue berpotensi akan laku, karena pelaku pasar melihat adanya investor besar yang masuk pada LPCK,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (11/12).
Azis melihat, tujuan dari rights issue ini berpotensi memberikan dampak positif ke kinerja LPCK, karena ada komitmen untuk melanjutkan proyek yang sudah lama mangkrak.
“Tetapi perlu dilihat juga dari sisi buyer, apakah bisa tumbuh kembali atau tidak,” tuturnya.
Alhasil, Azis masih memberikan rekomendasi wait and see untuk saham LPCK sembari menyarankan investor untuk melihat kelanjutan dari proyek Meikarta serta skema rights issue LPCK.
Baca Juga: Hingga Kuartal III-2024, Marketing Sales LPCK Telah Capai 74% dari Target
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menilai, mangkraknya proyek Meikarta membuat investor skeptis dengan kinerja LPCK. Apalagi, kinerja perseroan per kuartal III juga masih berat.
“Lebih baik investor memperhatikan laporan keuangan LPCK untuk full year 2024 terlebih dahulu,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (11/12).
Di tahun 2025, sentimen untuk emiten sektor properti, termasuk LPCK, cukup positif. Hal ini didorong oleh kebijakan Bank Indonesia (BI) yang masih menerapkan kebijakan pro growth, sehingga masih menyisakan ruang penurunan suku bunga acuan.
Jika suku bunga BI turun, dampaknya akan positif ke sektor properti karena akan meningkatkan minat masyarakat dalam membeli aset hunian.
“Apalagi, banyak ketidakpastian global yang membuat kondisi ekonomi global masih volatil. Ini salah satunya berasal dari dinamika kebijakan proteksionisme yang diterapkan negara maju yang bisa menekan pasar negara berkembang,” tuturnya.
Nafan pun merekomendasikan hold untuk LPCK dengan target harga Rp 525 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News