Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Yudho Winarto
Akibatnya, aktivitas ekspor impor menurun drastis. Belum lagi, pembatasan aktivitas di dalam negeri juga mempengaruhi permintaan batubara yang INDY produksi.
Para analis memproyeksikan permintaan batubara masih cenderung menurun hingga akhir tahun. INDY pun membuka kemungkinan untuk mengurangi volume produksi guna menjaga stabilitas harga batubara.
"Produksi pastinya bisa turun dulu agar efisiensi cost dan untuk menjaga cashflow tetap aman," kata Sukarno.
Diversifikasi bisnis
Meski permintaan batubara menurun, diversifikasi bisnis INDY yang lain berpotensi menambah pemasukan. Sukarno melihat sentimen lain yang bisa menjaga kinerja dan harga saham INDY tidak jatuh terlalu dalam selain keadaan new normal bisa datang dari kepemilikan saham INDY di proyek emas Awak Mas.
Baca Juga: Perkuat bisnis, beberapa anak usaha Indika Energy (INDY) lakukan transaksi afiliasi
Proyek tambang emas ini berada di Sulawesi Selatan. "Emas bisa dijadikan katalis positif karena di saat kondisi ekonomi terpuruk emas jadi pilihan investasi," kata Sukarno.
Selain itu, di tahun ini INDY juga tengah fokus membangun fuel storage di Kalimantan Timur. Chris berharap diversifikasi bisnis tersebut bisa membantu pemasukan pendapatan INDY di tahun ini.
"Tidak ketinggalan, pembangkit listrik yang dimiliki INDY seharusnya dapat memberikan tambahan pendapatan," kata Chris.
Sukarno menambahkan INDY juga memiliki kesempatan untuk menggenjot penjualan batubara di dalam negeri, seiring niat pemerintah yang ingin menambah pembangkit listrik domestik.
Namun, secara keseluruhan belum ada sentimen positif lain yang signifikan bisa mengerek harga batubara. Hingga Agustus harga batubara acuan (HBA) menurun 3,49% menjadi US$ 50,34 per ton dibandingkan HBA Juli sebesar US$ 53,15 per ton. Dalam lima bulan terakhir HBA sudah dalam tren menurun.