Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Undang Undang (UU) Cipta Kerja atawa omnibus law diperkirakan akan memberikan dampak nyata terhadap kinerja emiten menara. Pasalnya, dalam klaster telekomunikasi RUU Omnibus Law kan terdapat kebijakan berbagi infrastruktur. Lantas seperti apa dampak omnibus law ini terhadap emiten menara?
Analis Samuel Sekuritas Yosua Zisokhi justru cenderung memandang RUU Omnibus Law tersebut justru memberi sentimen negatif. Memang, ia melihat investor asing bisa memberikan pendanaan mengingat valuasi emiten menara di Indonesia, masih lebih atraktif dibandingkan emiten menara di Amerika dan Eropa.
Namun di satu sisi, RUU Omnibus Law berpotensi membuat sulitnya menaikkan tarif sewa untuk menara baru. Investor asing justru bisa saja menjadi kompetitor, dan dengan dukungan pendanaan yang lebih murah di luar negeri, maka mereka bisa saja memberikan dikon biaya sewa. Hal ini tentu akan membuat pendapatan sewa per menara baru sulit untuk naik.
Baca Juga: Tiga emiten ini akan bagikan dividen bulan depan, simak besaran yield-nya
“Di sisi lain, di omnibus law juga dimandatkan untuk pemanfaatan infrastruktur telekomunikasi pasif, termasuk menara, kepada operator telekomunikasi lain tanpa diskriminatif. Hal ini membuat operator yang memiliki banyak menara seperti Telkomsel menjadi saingan para emiten menara,” kata Yosua kepada Kontan.co.id, Sabtu (24/10).
Kendati demikian, Yosua melihat prospek emiten menara secara umum ke depannya masih sangat menarik. Dengan kebutuhan menara oleh operator masih tinggi seiring tingginya penggunaan internet. Jadi tanpa omnibus law pun, industri menara tetap akan berkinerja secara solid.
Berikut rekomendasi para analis untuk emiten sektor menara:
1. PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG)
TBIG tercatat punya basis konsumen yang kuat, punya model bisnis yang defensive dan berbasis uang tunai, sebuah model yang sangat menguntungkan di tengah situasi saat ini. Pada semester I-2020, pencapaian kontrak penyewaan baru TBIG telah melewati (101.8%) dari target FY20F total penyewaan SSI dengan tenancy ratio 1.88x.
Analis Samuel Sekuritas Yosua Zisokhi merekomendasikan beli TBIG dengan target harga Rp 1.490 per saham.
Baca Juga: Mengukur tenaga IHSG pekan depan, masih bisa menguat?
2. PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR)
TOWR berhasil menambah 1,344 tenant baru atau +3.7% qoq pada kuartal II-2020. Secara kumulatif, pada paruh pertama tahun ini sudah bertambah 4,776 tenant atau +14.3% ytd. TOWR juga berhasil mengunci kontrak jangka panjang yang tidak dapat dibatalkan untuk sewa menara sebesar Rp 53 triliun. TOWR secara valuasi pun dinilai masih murah.
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas merekomendasikan beli untuk saham TOWR dengan target harga Rp 1.150 per saham.
3. PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM)
TLKM baru saja melakukan Perjanjian Jual Beli Bersyarat pada anak perusahaannya, yakni Mitratel yang membeli 6.050 unit menara dari Telkomsel senilai Rp 10,3 triliun. Hal ini dilakukan sebagai upaya penataan portofolio bisnis Telkom untuk menciptakan nilai yang optimal bagi pemegang saham. Ini juga sebagai upaya TLKM untuk lebih fokus pada bisnis utamanya, yakni perusahaan telekomunikasi
Analis RHB Sekuritas Michael Wilson merekomendasikan untuk beli saham TLKM dengan target harga Rp 4.000 per saham.
Baca Juga: Masih banyak yang antre, aksi IPO bakal ramai di akhir tahun
4.PT Bali Towerindo Sentra Tbk (BALI).
BALI baru saja menekan Perjanjian Pembiayaan Investasi melalui Fasilitas Jual dan Sewa balik. Perjanjian pembiayaan investasi tersebut diperoleh dari PT Century Tokyo Leasing Indonesia dan PT Mitsui Leasing Capital Indonesia sebesar Rp13,04 Miliar. Rencananya, dana tersebut digunakan untuk proyek pembangunan menara dan/atau jaringan.
Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana merekomendasikan untuk Sell on Strength saham BALI dengan target harga Rp 870 per saham.
Selanjutnya: Waspada, rupiah diramal bergerak volatil pada pekan depan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News